Paradigma Uang
dalam Islam
Oleh: Sappeami Hamzah
sappeamihamzah@ymail.com
A.
Latar Belakang
Istilah
uang dalam islam ada sejak uang diperkenalkan sebagai pengganti barter dalam
perekonomian, karena adanya keterbatasan dalam perekonomian barter sehinnga
masyarakat membutuhkan alat atau suatu benda sebagai alat tukar. Dalam sejarah
Islam uang merupakan suatu yang diadopsi dari Romawi dan Persia yaitu dikenal
dengan Dinar dan dirham. Perihal dalam al-Quran dan hadis dua
logam mulia ini emas dan perak telah disebutkan baik dalam fungsinya sebagai
mata uang atau sebagai harta dan lambang kekayaan yang disimpan, seperti dalam
Q.s at-Taubah: 34.
Terjamahnya :
Hai orang-orang
yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan
rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan
mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang
menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.
Uang
merupakan pelicin jalannya suatu perekonomian memang menjadi suatu topik yang
hangat untuk di bicarakan. Ibarat sebuah mesin tanpa minyak, perekonomian juga
tidak akan jalan tanpa adanya uang. Namun banyak diantara kita yang memahami
makna uang dalam konteks bentuknya sebagai uang kertas dan uang logam, padaha
defenisi uang adalah segala sesuatu yang dapat diterima sebagai alat pembayaran
untuk barang dan jasa dalam suatu sistem perekonomian. Faktanya,
di zaman kuno orang menggunakan batu, kulit hewan, garam dan k ulit kerang
sebagai uang. Dizaman Rasulullah saw., koin emas (dinar) yang berasal dari
Romawi dan koin perak (dirham) yang berasal dari persia merupakan dua logam
mulia yang dianggap sebagai mata uang. Dizaman sekarang, uang kertas (fiat
money) sudah menjadi alat pembayaran yang umum digunakan diseluruh negara
dunia.
Secara umum fungsi uang itu sama yaitu sebagai alat tukar, satuan
hitung, penyimpan nilai, dan sebagai alat penunda pembayaran. Namun ada satu
hal yang berbeda dalam pandangan Islam, dimana sistem kapitalis, uang
tidak hanya sebagai alat tukar yang sah,melainkan juga sebagai komoditas.
Sebagaimana telah dituliskan Andi Mardiana dengan judul “Uang dalam Ekonomi Islam” dalam
tulisan ini memberikan gambaran tentang uang dalam ekonomi Islam
yang secara umum, semua mata uang akan
berfungsi sama. Sebagai alat tukar, satuan hitung, penyimpan nilai, dan sebagai
alat penundaan pembayaran. Namun ada satu hal yang sangat berbeda dalam
memandang uang antara sistem kapitalis dengan sistem Islam. Dalam sistem
kapitalis, uang tidak hanya sebagai alat tukar yang sah,melainkan juga sebagai
komoditas. Menurut sistem kapitalis, uang juga dapat diperjualbelikan dengan
kelebihan baik on the spot maupun secara tangguh. Dalam Islam, uang hanyalah sebagai
medium of exchange. Ia bukan suatu komoditas yang bisa diperjualbelikan.
Satu fenomena penting dari karakteristik uang adalah uang tidak diperlukan
untuk dikonsumsi, ia tidak diperlukan untuk dirinya sendiri. Melainkan
diperlukan untuk membeli barang yang lain sehingga kebutuhan manusia dapat
terpenuhi. Uang adalah standar kegunaan yang terdapat pada barang dan tenaga.
Karena itu, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang digunakan untuk mengukur
setiap barang dan tenaga. Untuk
lebih memahami bagaimana pandangan Islam tentang uang maka penulis akan
membahas secara mendalam tentang teori tersebut dalam makalah ini.
B.
Kajian Teori
1.
Defenisi
Uang
Secara
etimologi, definisi uang (nuqud) ada beberapa makna:
a.
Al-Naqdu: yang baik dari dirham, dikatakan dirhamun naqdu, yakni
baik. Ini adalah sifat
b.
Al-Naqdu:
meraaih dirham, dikatakan naqad al-darahima yanquduha naqdan, yakni
meraihnya (menggenggan atau menerima)
c.
Al-Naqdu:
membedakan dirham dan mengeluarkan yang palsu.
d.
Al-Naqdu:
tunai, lawan dari tunda, yakni memberikan bayaran segera
Uang adalah segala sesuatu yang
diterima secara umum sebagai alat pembayaran yang resmi dalam rangka memenuhi
suatu kewajiban (Nuqud).
Kata nuqud tidak terdapat
dalam al-Quran maupun hadis Nabi saw. karena bangsa arab umumnya tidak
menggunakan kata nuqud untuk menunjukkan harga. Mereka menggunakan kata dinar
untuk menunjukkan mata uang yang terbuat dari emas, dan kata dirham
untuk menunjukkan alat tukar yang terbuat dari perak. Mereka juga menggunakan
kata wariq untuk menunjukkan dirham perak.
Sebagaimana firman Allah dalam surah al-Kahf ayat 19 berikut ini:
Terjemahnya:
“Dan Demikianlah
Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri.
berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada
(disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau
setengah hari". berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih
mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di
antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah
Dia Lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan
itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali
menceritakan halmu kepada seorangpun.”
Allah menceritakan kisah Ash-Habul
Kahf (penghuni gua) yang menyuruh salah seorang dari teman mereka untuk
membelanjakan uang peraknya (wariq) guna membeli makanan sesudah mereka tidur
selama 309 tahun di gua. Al-Quran menggunakan kata wariq yang artinya uang
logam dari perak atau dirham.
Uang menurut fuqaha tidak terbatas
pada emas dan perak yang dicetak, tetapi mencakup seluruh jenis dinar,
dirham dan fulus. Untuk menunjukkan dirham dan dinar mereka
menggunakan istilah naqdin. Namun mereka berbeda pendapat apakah fulus
(uang tembaga) termasuk dalam istilah naqdin atau tidak. Menurut pendapat yang
mu’tamad dari golongan syafi’iyah, fulus tidak termasuk naqad, sedangkan
naqad mencakup fulus.
Menurut Ahmad Hasan, sebagaimana
dituliskan oleh Rozalinda dalam bukunya Ekonomi Islam Teori dan Aplikasi pada
Aktivitas Ekonomi Defenisi nuqud menurut Abu Ubaid (dirham dan dinar
adalah nilai harga sesuatu), ini berarti dinar dan dirham adalah
standar ukuran yang dibayarkan dalam transaksi barang dan jasa. Al-Ghazali
menyatakan, Allah menciptakan dinar dan dirham sebagai hakim
penengah di antara seluruh harta sehingga seluruh harta bisa diukur dengan
keduanya. Ibn al-Qayyim berpendapat dinar dan dirham adalah nilai harga barang
komoditas. Ini mengisyaratkan bahwa standar unit ukuran untuk nilai harga
komoditas.
Menurut al-Ghazali dan Ibn Khaldun,
defenisi uang adalah apa yang digunakan manusia sebagai standar ukuran nilai
harga, media transaksi pertukaran dan media simpanan.
Menurut Al-Ghazali uang adalah
standar kegunaan yang terdapat pada barang dan tenaga, oleh karena itu uang
dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dipergunakan untuk mengukur tiap
barang atau tenaga.
Pengertian uang secara luas adalah sesuatu yang dapat diterima secara umum
sebagai alat pembayaran dalam suatu wilayah tertentu atau sebagai alat pembayaran
hutang atau sebagai alat untuk melakukan pembelian barang dan jasa.
Uang dalam Islam dipandang sebagai
alat tukar, bukan suatu komoditi.
Diterimanya peranan uang secara luas dengan maksud menghapuskan ketidakadilan,
dan kezaliman dalam ekonomi tukar menukar. Karena ketidak adilan dalam ekonomi
tukar-menukar (barter) digolongkan sebagai riba fadl meskipun peran uang
sebagai alat tukar dapat dibenarkan.
Uang setelah majunya peradaban
dikembangkan sebagai ukuran nilai dan alat tukar. Nabi Muhammad saw. menyetujui
penggunaan uang sebagai alat tukar. Beliau tidak menganjurkan (menyetujui) barter
karena ada beberapa praktek yang membawa kepada ketidak adilan dan penindasan.
Nabi menasihatkan agar menjual sebuah produk dengan uang dan membeli produk
lain dengan harganya. Peran uang sebagai gudang nilai (store of value)
juga diatur oleh Nabi Muhammad saw. yaitu ketika beliau mewajibkan zakat atas
aset moneter, secara tidak langsung Nabi mengatakan bahwa uang sebagai faktor
produksi yang mempunyai potensi untuk berkembang dan menciptakan nilai lebih.
Menurut Dr. Sahir Hasan sebagaimana
dituliskan oleh Ahmad Hasan, menurutnya “uang adalah pengganti materi terhadap
segala aktivitas ekonomi, yaitu media atau alat yang memeberikan kepada
pemiliknya daya beli untuk memenuhi kebutuhannya, juga dari segi peraturan
perundangan menjadi alat bagi pemiliknya untuk memenuhi segala kewajiban”.
Dari sekian banyak defenisi tentang
uang maka dapat dikategirikan menjadi tiga yaitu:
a.
Definisi
uang dari segi fungsi-fungsi ekonomi sebagai standar ukuran nilai, media
pertukaran, dan alat pembayaran yang tertunda
b.
Defenisi
uang dengan melihat karakteristiknya, yaitu segala sesuatu yang diterima secara
luas oleh tiap-tiap individu
c.
Defenisi
uang dari segi peraturan perundangan sebagai segala sesuatu yang memiliki
kekuatan hukum dalam menyelesaikan tanggungan kewajiban
Apabila kita memperhatikan kembali
pengertian itu, kita menekankan dasar hukum sesuai peraturan perundangan,
sebagian lain melihatnya dari dasar karakteristik dan fungsi-fungsi dalam
ekonomi dan sebagian lagi mencakup poin ketiga. Dari sini dapat kita lihat
perbedaan anatara uang dan mata uang. Mata uang adalah setiap sesuatu yang
dikukuhkan pemerintah sebagai uang dan memberinya kekuatan hukum yang bersifat
dapat memenuhi tanggung jawab dan kewajiban, serta diterima secara luas.
Sedangkan uang lebih umum dari mata uang, karena mencakup mata uang dan yang
serupa dengan uang. Dengan demikian, setiap mata uang adalah uang, tapi tidak setiap
uang itu mata uang.
Agar masyarakat menyetujui
penggunaan sesuatu banda sebagai uang, haruslah benda itu memenuhi syarat
sebagai berikut:
1.
Diterima
secara umum (acceptability)
2.
Memeliki
nilai yang cenderung stabil (stability of Value)
3.
Ringan
dan mudah dibawa (portability)
4.
Tahan
lama (durability)
5.
Kualitasnya
cenderung sama (uniformity)
6.
Mudah
dibagi tanpa mengurangi nila (divisibility)
2.
Sejarah
uang
Uang mempunyai sejarah yang sangat panjang dan telah mengalami
perubahan dan perkembangan sejalan dengan perkembangan peradaban manusia. Pada
peradaban awal, manusia memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Mereka memperoleh
makanan dari berburu atau memakan berbagai buah-buahan .Karena jenis
kebutuhannya masih sederhana,mereka belum membutuhkan orang lain. Masing-masing
individu memenuhi kebutuhan makanannya secara mandiri.Dalam periode yang
dikenal sebagai periode prabarter ini,manusia belum mengenal transaksi
perdagangan atau kegiatan jual beli.
Tahap selanjutnya menghadapkan manusia pada kenyataan bahwa apa
yang diproduksi sendiri tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ketika jumlah manusia semakin bertambah dan
peradabannya semakin maju,kegiatan dan interaksi antarsesama manusia pun meningkat
tajam. Jumlah dan jenis kebutuhan manusia, juga semakin beragam. Maka untuk
memperoleh barang yang tidak bisa dihasilkan sendiri mereka mencari orang yang
mau menukarkan barang yang dimilikinya dengan barang lain yang dibutuhkan. Sejak
saat itulah,manusia mulai menggunakan berbagai cara dan alat untuk
melangsungkan pertukaran barang dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Pada
tahapan peradaban manusia yang masih sangat sederhana mereka dapat
menyelenggarakan tukar-menukar kebutuhan dengan cara barter.Maka periode itu
disebut zaman barter. Namun seiring dengan beragam kebutuhan manusia,
akhirnya dirasakan ada kesulitan-kesulitan dengan sistem ini diantaranya:
a.
Kesulitan
untuk menemukan orang yang mempunyai barang yang diinginkan dan juga mau menukarkan
barang yang dimilikinya
b.
Kesulitan
untuk memperoleh barang yang dapat dipertukarkan yang seimbang atau hampir sama
nilainya.
Situasi double coincedence of wants ini. Misalnya,pada satu
ketika seseorang yang memiliki beras membutuhkan garam.Namun saat yang
bersamaan,pemilik garam sedang tidak membutuhkan beras melainkan membutuhkan
daging,sehingga syarat terjadinya barter antara beras dengan garam tidak
terpenuhi.Keadaan demikian tentu akan mempersulit muamalah antar
manusia.Itulah sebabnya diperlukan suatu alat tukar tukar yang dapat diterima
oleh semua pihak. Alat tukar demikian kemudian disebut uang. Pertama kali, uang
dikenal dalam peradaban Sumeria dan Babylonia.
Perlunya uang dalam perekonomian dan
pemenuhan hajat hidup manusia juga tergambar dalam hadis nabi saw. berikut ini:
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ صَالِحٍ،
حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ هُوَ ابْنُ سَلَّامٍ، عَنْ يَحْيَى، قَالَ: سَمِعْتُ
عُقْبَةَ بْنَ عَبْدِ الغَافِرِ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ الخُدْرِيَّ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: جَاءَ بِلاَلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِتَمْرٍ بَرْنِيٍّ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ «مِنْ أَيْنَ هَذَا؟»، قَالَ بِلاَلٌ: كَانَ عِنْدَنَا تَمْرٌ رَدِيٌّ،
فَبِعْتُ مِنْهُ صَاعَيْنِ بِصَاعٍ، لِنُطْعِمَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ:
«أَوَّهْ أَوَّهْ، عَيْنُ الرِّبَا عَيْنُ الرِّبَا، لاَ تَفْعَلْ، وَلَكِنْ إِذَا
أَرَدْتَ أَنْ تَشْتَرِيَ فَبِعِ التَّمْرَ بِبَيْعٍ آخَرَ، ثُمَّ اشْتَرِهِ».
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami
Ishaq telah menceritakan kepada kami Yahya bin Shalih telah menceritakan kepada
kami Mu'awiyah, dia adalah Ibnu Sallam dari Yahya berkata; Aku mendengar 'Uqbah
bin 'Abdul Ghofir bahwasanya dia mendengar Abu Sa'id Al Khudriy radliallahu
'anhu berkata: "Bilal datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
dengan membawa kurma Barni (jenis kurma terbaik) maka Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam berkata, kepadanya: "Dari mana kurma ini?" Bilal menjawab:
"Kami memiliki kurma yang jelek lalu kami jual dua sha' kurma tersebut
dengan satu sha' kurma yang baik agar kami dapat menghidangkannya kepada Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam. Maka saat itu juga Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam berkata: "Celaka celaka, ini benar-benar riba. Janganlah kamu
lakukan seperti itu. Jika kamu mau membeli kurma maka juallah kurmamu dengan
harga tertentu kemudian belilah kurma yang baik ini".
Disinilah penggunaan benda-benda sebagai alat penukar (yang disebut
dengan uang) semula hanya didasarkan pada kesepakatan di antara yang
mempergunakan. Suatu benda hanya dapat dipergunakan sebagai alat tukar setelah
disepakati secara umum.
Uang kemudian berkembang dan berevolusi mengikuti perjalanan
sejarah.Dari perkembangan inilah,uang kemudian bisa dikategorikan dalam tiga
jenis,yaitu uang barang,uang kertas dan uang giral atau uang kredit.
a.
Uang
Barang (Commodity Money )
Uang barang adalah alat tukar yang memiliki nilai komoditas atau
bisa diperjualbelikan apabila barang tersebut digunakan bukan sebagai
uang.Namun tidak semua barang bisa menjadi uang,diperlukan tiga kondisi
utama,agar suatu barang bisa menjadi uang,antara lain :
1.
Kelangkaan
(Scarcity),yaitu persediaan barang itu harus terbatas.
2.
Daya
tahan (Durability),barang tersebut harus tahan lama.
3.
Nilai
tinggi,maksudnya barang yang dijadikan uang harus bernilai tinggi,sehingga
tidak memerlukan jumlah yang banyak dalam melakukan transaksi.
Dalam sejarah,pemakaian uang barang
juga pernah disyaratkan barang yang digunakan sebagai barang kebutuhan
sehari-hari seperti garam.Namun kemudian uang komoditas atau uang barang ini
dianggap mempunyai banyak kelemahan.Di antaranya,uang barang tidak memiliki
pecahan,sulit untuk disimpan dan sulit untuk diangkut.
Barang yang dijadikan uang pada saat
ini adalah logam mulia seperti emas dan perak, karena kedua barang tersebut
memiliki nilai yang tinggi, langka, dan
dapat diterima secara umum sebagai alat tukar.selain itu logam mulia juga tidak
pernah susut dan rusak yang mengakibatkan turunya harga barang.
b.
Uang
tanda/kertas
Ketika
uang logam digunakan sebagai uang resmi dunia, perbankan, orang yang
meminjamkan uang dan toko perhiasan melihat peluang ini. Kemudian mereka
mengeluarkan uang kertas dengan nilai yang besar dari emas dan perak yang
dimilikinya. Uang kertas ini diterimaa dikalangan masyarakat karena didukung
dengan kepemilikan emas dan perak.
Kepercayaan
inilah yang melatar belakangi uang dijadikan sebagai alat tukar yang sah hingga
saat ini. Namun, saat ini kepemilikan uang saat ini tidak lagi harus didukung
oleh kepemilikan emas seperti dahulu. Adapun kelebihan dari uang kertas adalah
biaya pembuatan rendah, serta dapat dipecahkan dalam berbagai jumlah. Namun,
kekurangan dari uang kertas adalah
tidak terjaminya stabilitas nilai tukar, seperti halnya uang emas dan
perak mempunyai nilai tukar yang stabil. Di samping itu jika terjadi percetakan
uang kertas dalam jumlah yang berlebihan, akan menibulkan inflasi, nilai uang
turun dan harga naik.
Uang kertas yang berlaku saat ini di sebut fiat mone. Hal
ini karena berfungsi sebagai alat tukar dan tidak dilatar belangi olehh emas.
Hukum uang kertas ditinjau dari syariah
ada yang berpendapat bahwa uang kertas tidak berlaku riba. Mereka
beralasan bahwa uang kertas berbeda dengan emas dan perak yang berlaku riba
padanya.
Alasan
tersebut tidakla benar karena pada hakikatnya walaupun uang kertas bukan
diletar belakngi oleh emas dan perak namun, fungsinya sebagai alat tukar telah
menjadikan hukum uang kertas sama dengan emas dan perak. Maka dari itu riba
juga berlaku pada uang kertas. Uang kertas juga sah bila digunakan sebagai alat
untuk membayar zakat dan sebagai alat untuk membayar uang mahar dalam
pernikahan.
Ada beberapa faktor yang
memperngaruhi peralihan dari uang emas dan perak menjadi uang kertas yaitu :
1)
Faktor
militer
Perang dunia 1
pada tahun 1914 mendorong sebagian negara yang terlibat perang untuk
mempersiapkan candangan emas dan perak untuk membiayai perang mereka namun,
mereka dapatkan kesulitan untuk mengangkut uang emas dan perak yang cukup berat
dimana meraka akan memperkuat kekuatan meiliter.akhirnya berbagai negara
meninggalkan uang emas dan perak dan menggantinya dengan uang kertas.
2)
Faktor
politis
Setelah perang
dunia I negara-negara kolonial mengekloitasi negara jajahannya salah satunya
mengganti uang emas dan perak menjadi uang kertas. Misalnya mesir yang jajah
inggris beralih sistem keuangan dari dinar dan dirham ke pounsterling kertas
dan beberapa negara lainnya. Negara-negara kolonial memberlakukan uang kertas di
daerah koloni mereka adalah dalam rangka mengusai perekonomian dan
sumber-sumber tambang emas dan perak negara jajahan.
3)
Faktor
ekonomi
Ada beberapa
faktor ekonomi yang mendorong dunia meninggalkan sistem emas diantaranya adalah
1) hilangnya era perdangangan bebas, 2) tidak seimbangnya peredaran cadangan
saldo emas dan yang terakhir tidak cukupnya emas untuk penggunaan keuangan.
c.
Uang
giral
Uang
giral adalah uang yang dikeluarkan oleh bank komersial melalui pengeluaran cek
dan alat pembayaran giro lainnya. Saat ini uang giral semakin berkembang bukan
saja dalam bentuk cek dan giro namun ada yang berbentuk kartu debit dan kredit.
Uang giral sangat memudahkan masyarakat dalam transaksi untuk pembayaran barang
dan jasa. Kelebihan uang giral adalah :
1)
Jika
hilang dapat dilacak kembali sehingga tidak bisa diuangkan oleh yang tidak
berhak.
2)
Dapat
dipindah tangankan denga cepat dan ongkos yang rendah.
3)
Tidak
diperlukan uang kembali sebab cek atau kartu debit dan kridit dapat digunakan
sesuai dengan jumlah transaksi.
Namun perkembangan ini juga memiliki
dampak negatif karena akan menciptakan lebih banyak uang yang beredar dari
transaksi riilnya sehingga menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang semu.
3.
Konsep
Uang dalam Islam
Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep uang dlam
ekonomi konvensional. Dalam Islam, konsep uang sangat jelas dan tegas bahwa
uang adalah uang, uang bukan capital. Sebaliknya, konsep uang yang
dikemukakan dalam ekonomi konvensiaonal tidak jelas. seringkali istilah uang
dalam perspektif ekonomi konvensional diatikan secara bolak-balik (interchangeability),
yaitu uang sebagai uang dan uang sebagai capital.
Perbedaan lain adalah dalam ekonomi Islam, uang adalah sesuatu yang
bersifat flow concept dan capital adalah sesuatu yang bersifat
stock concept, sedangkan dalam ekonomi konvensional terdapat beberapa
pengertian. Frederic S. Mishkin, misalnya, mengemukakan konsep Irving yang
menyatakan bahwa:
MV =
PT
Keterangan:
M = Jumlah uang
V= Tingkat perputaran
uang
P= Tingkat
harga barang
T= Jumlah
barang yang diperdagangkan
persamaan diatas dapat diketahui bahwa semakin cepat perputaran
uang, maka semakin besar income yang diperoleh. Persamaan ini juga
berrti bahwa uang adala flow concept. Fisher juga mengatakan bahwa sama
sekali tidak ada korelasi antara kebutuhan memegang uang dengan tingkat suku
bunga. Konsep Fisher ini hampir sama dengan konsep yang ada dalam ekonomi
Islam, bahwa uang adalah flow concept bukan stock concept.
Dalam sejarah Islam uang merupakan sesuatu yang diadopsi dari
peradaban romawi dan Persia. Dinar adalah mata uang romawi dan dirham dari
persia. Dalam Al-Qur’an juga dijelaskan tentang logam, emas dan perak sebagai
mata uang atau sebagai harta dan penyimpanan kekayaan. Q.S at-Taubah ayat 34.
Terjamahnya :
Hai orang-orang
yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan
rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan
mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang
menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.
Ayat diatas menjelaskan, orang–orang yang menimbun emas dan perak,
baik dalam bentuk mata uang maupun dalam bentuk kekayaan biasa dan mereka tidak
mau mengeluarkan zakatnya akan diancam dengan azab yang pedih. Dinar dan dirham
yang digunakan orang Arab tidak disarkan pada nilai nominalnya melainkan dari
beratnya. Untuk mengukur beratnya ada timbangan khusus yang digunakan orang
Arab yaitu auqiyah,nash,nuwah,mistsqal, daniq,qirath dan habbah.
Pada masa khalifah Umar bin Khattab tahun 20 hijriah dicetak uang
dirhan berdasarkan pola dirham persia. Beliau juga pernah ingin mencetak uang
dengan bahan kulit namun, ditolak oleh para sahabat. Selanjutnya pada masa
muawiyah mata uang dicetak dengan mencatumkan gambar dan pedang gubernunya di
Irak. Ziyad juga mengeluarkan uang yang mencatumkan nama khlifahnya, hal ini
juga berlaku hingga saat ini begitupun di Indonesia.
Mata uang logam yang berbentuk bulat dicetak pertama kali pada masa
Ibnu Zubair dan hanya beredar di Hijaz. Sedangkan Mus’ab gubernur di kufah
mencetak uang dengan gaya Persia dan Romawi. Pada tahhun 72-74 Hijriah, Bisr
bin Marwah mencetak uang dengan sebutan athawiyah. Dan terakhir pada
masa Abdul Malik bin Marwan gambar dinar diganti denganlafaz-lafaz Islam. Mata
uang dinar mengandung emas 22 karat, dan terdiri dari pecehan setengah dinar
dan sepertiga dinar. Nilai tukar dinar cukup stabil.
Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep uang dalam
ekonomi konvensional . dalam ekonomi Islam uang bukanlah capital seperti yang
ada pada ekonomi konvensional yang menganggap uang sebagai capital. Dalam
islam, capital is private goods, sedangakan money is public
goods. Uang yang ketika mengalir adalah public goods, lalu mengendap ke
dalam kepemilikan seseorang, uang tersebut menjadi milik pribadi.konsep public
goods belum dikenal dalam ekonomi
sampai tahun 1980an . baru muncul setelah muncul ekonomi lingkungan.
Islam tidak mengenal Konsep utility uang karena yang memberikan
kepuasaan bukanlah uang akan tetapi hasil dari fungsi uang tersebut.Islam juga
tidak mengenal konsep time value of money akan tetapi economi value
of time lah yang dikenal dalam Islam. maknanya adalah tim akan mempunyai economy
value jika waktu tersebut ditambah dengan faktor produksi yang lain,
sehingga menjadi capital dan memperoleh return. Jadi, faktor yang menentukan
nilai waktu adalah bagaimana seseorang memanfaatkan waktu itu. Semakin efektif
dan efesien maka akan semakin tinggi nilai waktunya.
Pemikiran al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah Tentang Uang
1.
Pemikiran
al-Ghazali
a)
Evolusi
uang dan fungsi uang
Pembahasan
al-Ghazali tentang uang nampak cukup komprehensip, yang dimulai dari evolusi
uang hingga fungsi uang. Pandangan barter mengandung banyak kelemahan
diantaranya:
1)
Kurang
memliki angka penyebut yang sama (lack of commondenominator)
2)
Barang
yang diperdagangkan sulit untuk dibagi-bagi (indivisibility of goods)
3)
Keharusan
adanya dua keinginan yang sama antara penjual dan pembeli (double
coincedence of wants)
Dengan
berbagai keterbatasan barter tersebut, maka diperlukan suatu alat yang mampu
berperan lebih baik dalam transaksi jual beli, itulah yang menurutnya mendasari
munculnya kebutuhan akan uang dimasyarakat. Dalam ekonomi barter sekalipun uang
dibutuhkan sebagai ukuran nilai suatu barang, karena transaksi barter hanya
terjadi ketika kedua belah pihak sama-sama membutuhkan barang atau jasa
masing-masing. Uang berfungsi memperlancar pertukaran dan menetapkan nilai yang
wajar dalam pertukaran tersebut. Al-Ghazali mengisyaratkan bahwa uang sebagai
unit hitung yang dugunakan untuk mengukur nilai hargakomuditas dan jasadan uang
juga berfungsi sebagai penengah antara kepentingan penjual dan pembeli, yang
membantu kelancaran proses pertukaran
komuditas dan jasa. Selain itu diisyaratkan juga bahwa uang sebgai alat
simpana, karena itu dibuat dari jenis harta bertahan lama karena kebutuhan akan
keberlanjutan sehingga benar-benar bersifat cair mudah diuangkan kembali, dapat
digunakan pada waktu yang dibutuhkan, dan cenderung mempunyai nilaiharga yang
stabil.
Allah
menciptakan dinar dan dirham sebagai hakim penengah diantara seluruh harta
sehingga seluruh harta dapat diukur dengan keduanya. Dinar dan dirham tidak
dibutuhkan semata-mata karena logamnya, dinar dan dirham diciptakan untuk
dipertukarkan dan untuk membuat aturan pertukaran yang adil dan untuk membeli
barang-barang yang memiliki kegunaan.
Uang
tidak memiliki harga namun, dapat merefleksikan harga semua barang atau jasa.
Al-Ghazali menekankan bahwa uang tidak diinginkan karena uang itu sendiri,
artinya, uang dibutuhkan masyarakat bukan karena masyarakat menginginkan emas
dan perak yang merupakan bahan uang tersebut, tetapi kebutuhan tersebut lebih
pada menggunakan uang sebagai alat tukar. Uang baru akan memiliki nilai jika
digunakan dalam suatu pertukaran, tujuan utama dari emas dan perak adalah untuk
dipergunakan sebagai uang uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri.
b)
Menimbun
dan melebur uang
Merujuk pada al-Qu’ran, al-Ghazali mengecam para penimbun uang yang
dianggapnya sebagai penjahat. Uang yang ditimbun tidak akan memberi manfaat
bagi masyarakat luas. Uang yang seharusnya berputar menjadi mandek pada
sekelompok orang . para produsen , pedagang, distributor akan kesulitan
meningkatkan modal usahanya, karena uang menjadi langka akibat ditimbun.
Penimbunan uang akan mengurangi produktivitas dan efisiensi usaha,. Yang lebih
buruk lagi adalah orang yang melebur dinar dan dirham menjadi perhiasan emas
dan perak. Mereka adalah orang yang tidak bersyukur kepada Sang Pencipta, dan
kedudukannya lebih rendah dari pada penimbun barang. berikut petikan pernyataan
al-Ghazali tentang ini:
“jika seorang menimbun dirham dan dinar, ia berdosa. Dinar dan
dirham tidak memiliki guna langsung pada dirinya, dinar dan dirhan diciptakan
supaya beredar dari tangan ke tangan, untuk mengatur dan menfasilitasi
pertukaran, sebagai simbol untuk mengetahui nilai dan kelas barang. Siapapun
yang mengubahnya menjadi peralatan-peralatan emas dan perak berarti ia tidak
bersyukur kepada pnciptanya, dan lebih buruk dari pada penimbun uang, karena
orang yang seperti itu adalah seperti orang yang memaksa penguasa untuk
melakukan fungsi-fungsi yang tidak cocok seperti, menenun kain, mengumpulkan
pajak dan lain-lain.
Kegiatan menimbun uang berarti manarik uang dari peredaran untuk
sementara, artinya uang yang ditimbun tersebut masih berwujud uang dan sustu
ketika dimungkinkan masih dapat beredar kembalikemasyarakat berfungsi sebagai
uang. Sedangkan melebur uang berarti menarik uang dari peredaran untuk
selamanya, karena wujud uang telah berubah bentuk, sehingga tidak lagi dapat
berfungsi sebagai uang.
Peredaran uang palsu, yaitu kandungan emas dan perak yang tidak
sesuai dengan ketemtuan pemerintah, al-Ghazali kecam keras menurutnya mencetak
atau mengedarkan uang palsu lebih berbahaya dari pada mencuri 1.000 dirham.
Perbuatan mencuri adalah dosa sedangkan mencetak dan mengedarkan uang palsu
adalah dosa yang terus berlipat setiap kali uang itu dipergunakan. Implikasi
makro beredarnya uang palsu ini juga akan dapat mendorong tingkat inflasi,
karena akan menambah jumlah uang beredar di masyarakat diluar uang resmi yang
dikeluarkan pemerintah. Berikut ini kutipan pernyataan al-Ghazali:
Memasukkan uang palsu dalam peredaran merupakan suatu kezaliman
yang besar. Semua yang memegangnya dirugikan peredaran suatu dirham palsu lebih
buruk dari pada mencuri 1.000 dirham, karena tindakan pencuri merupakan sebuah
dosa, yang langsung berakhir setelah dosa itu diperbuat, tetapi pemalsuan uang
merupakan sesuatu yang berdampak pada banyak orang yang menggunakannya dalam
transaksi selama jangka waktu yang lama.
Selanjutnya al-Ghazali membolehkan peredaran uang yang tidak
mengandung emas dan perak, asalkan pemerintah menyatakan uang tersebut sebagai
alat bayar yang resmi. Bila terjadi penurunan nilai uang akibat dari
kecurangan, maka pelakunya harus dihukum. Namun apabila pencampuran logam dan
koin merupakan tindakan resmi pemerintah dan diketahui oleh semua penggunanya,
maka hal tersebut dapat diterima. Kemudian secara tidak langsung Al-Ghazali
membolehkan kemungkinan penggunaan yang representatif (token money). Hal
tersebut dapat disimpulkan dari pernyataan Al-Ghazali berikut ini:
Zaif (suasa, logam campuran) maksudnya unit uang yang sma sekali
tidak mengandung perak, hanya polesan atau dinar yang tidak mengandung emas.
Jika sekeping koin mengandung sejumlah perak tertentu, tetapi dicampur dengan
tembaga, dan itu merupakan koin resmi dalam Negara tersebutmaka hal ini dapat
diterima, baik muatan peraknya diketahui ataupun tidak. Namun jika koin itu
tidak resmi, koin itu dapat diterima hanya jika muatan peraknya diketahui.
c)
perdagangan
uang
Al-Ghazali berpendapat bahwa aktifitas memperdagangkan dinar dengan
dirham sama halnya memenjarakan uang, sehingga tidak lagi dapat berfungsi.
Semakin banyak uang yang diperdagangkan maka semakin sedikit yang dapat
berfungsi sebagai alat ukur. Berikut pernyataan Al-Ghazali:
Jika seorang memperdagangkan dinar dan dirham untuk mendapatkan
dinar dan dirham lagi, ia menjadikan dinar dan dirhamsebagai tujuannya. Hal ini
berlawanan dengan fungsi dinar dan dirham. Uang tidak diciptakan untuk
menghasilkan uang . melakukan hal ini merupakan pelanggaran. Dinar dan dirham
adalah alat untuk mendapatkan barang-barang lainnya. Dinar dan dirham seperti
cermin yang memantulkan warnatetapi tidak memiliki warna sendiri. Bila orang
diperbolehkan untuk menjual (mempertukarkan) uang dengn uang (untuk mendapatkan
laba), transaksi seperti ini akan menjadi tujuannya, sehingga uang akan
tertahan dan ditimbun. Menahan penguasa atau tukang pos adalah pelanggaran,
karena dengan demikian mereka dicegah dari menjalankan fungsinya, demikian pula
halnya dengan uang
2.
Pemikiran
Ibnu Taimiyah
a)
Fungsi
Uang dan Perdangangan Tentang Uang
Ibnu Taimiyah menyatakan fungsi utama uang adalah sebagai alat
pengukur nilai dan sebagai media untuk memperlancar pertukaran barang. Ibnu
Taimiyah menentang perdangangan uang untuk mendapatkan keuntungan. Perdangangan
uang berarti menjadikan uang sebagai komoditas yang dapat diperdagangakan, dan
ini akan mengalihkan fungsi uang dari tujuan yang sebenarnya. Terdapat sejumlah
alasan mengapa uang dalam Islam dianggap sebagai :
1)
Uang
tidak memiliki kepuasan untuk intrinsik yang dapat memuaskan kebutuha dan
keinginan manusia secara langsung. Uang harus digunakan untuk membeli barang
dan jasa yang memenuhi kebutuhan.
2)
Komoditas
mempunyai nkualitas yang berbeda-beda, sementara uang tidak. Contohnya uang
yang jelek tetap sama nilanya dengan uang yang baru sedangkan baju yang baru
akan berbeda harganya dengan baju bekas.
3)
Komoditas
akan menyertai secara fisik dalam transaksi jual beli.
Apabila uang dipertukarkan dengan uang lain, maka pertukarannya
harus secara simultan tanpa ada penundaan. Apabila dua orang saling
mempertukarkan uang dengan kondisi di satu pihak membayar tunai sementara pihak
lianya berjanji membayar di kemudian hari, maka pihak pertama tidak dapat
menggunkan uang yang dijanjijak untuk bertransksi hingga benar-benar uang
tersebut dibayar. Dalam pandangan Ibnu Taimiyah hal itulah yang menjadi alasan
mengapa Rasulullah melarang transaksi jenis ini
b)
Percetakan
Uang sebagai Alat Tukar Resmi
Ibnu Taimiyah hidup pada zaman pemerintahan Bani Mamluk. Pada saat
itu harga barang di tetapkan dalam dirhan, yaitu mata uang peninnggala Bani
Ayyubi. Karena desakan masyarakat terhadap mata uang dengan pecahan yang lebih
kecil, maka sultan Kamil Ayyubi memperkenal mata uang baru yang berasalh dari
tembaga yang disebut dengan Uang. Dirhan ditetapkan sebagai alat transaksi
besar dan Uang transaksi kecil. Kerena pencetakan Uang dalam jumlah yang
terlalu besar menyebabkan ekonomi semakin memburuk karena, nilai mata uang
menurun. Melihat kondisi ini Ibnu Taimiyah berpendapat sebagai berikut”penguasa
seharusnya mencatak uang sesuai dengan nilai yang adil atas transaksi
masyarakat, tanoa menimbulkan kezaliman terhadap mereka.
Ibnu Taimiyah melihat ada hubungan jumlah uang yang beredar di masyarakat, jumlah transksi yang dilakukan
dan harga produk yang berlaku. Menurutnya nilai intrinsik mata uang harus
sesuai dengan kemampuan daya beli masyarakat sehingga, tidak ada pihak yang
bisa mengambil keuntunngan dari pelemburan logam. Yang seharunya dilakuakn
masyarakat adalah tidak mencetak uang selama tidak ada kenaikan daya serap
sektor riil terhadap uang yang dicetak tersebut.
c)
Implikasi
Penerapan Lebih dari Satu Standar Mata Uang
Pada akhirnya Sultan Kitbugha menetapkan nilai Uang berdasarkan beratnya
bukan berdasarkan nominalnya. Namun percetakan uang dan penggunaan sebagai mata
uang resmi masih dilakukan oleh Sultan Dzahir Barquq. Hal ini juga menyebabkan
dirham mulai punah karena jarang masyarakat yang menggunakan. Dampak dari hal
ini adalah terjadinya inflasi . Pada saat ini jika diberlakukan emas dan perak
sebagai mata uang maka, tidak akan ditemui kecurangan dan penipuan. Namun ada
beberapa hal yang menyebabkan harga menjadi naik yaitu rusaknya cara pandang
orang yang ditugaskan untuk memikirkan hal itu dan kebodahannya, terjadi
sesuatu sehingga menyebabkan persediaan sedikit.
Dampak apabila pemerintah mencetak mata uang baru bagi masyarkat
yaitu mata uang yang masih berada ditangan masyarakat tidak akan berlaku lagi.
Dan terjadi kemiskinan dan menurunkan daya beli masyarakat karena asetnya
berkurang.
Ibnu Taimiyah menyarankan kepad pemerintah agar tidak mempelopori
bisnis mata uang denga cara membeli tembaga serta mencetaknya menjadi uang
karena hal ini dapat menyebabkan inflasi yang tinggi. Hal ini akan menyebabkan
kemiskinan pada masyarakat sedangakan pemerintah memperoleh keuntungan.
Lebih jauh dalam teorinya Ibnu Taimiyah juga menyarankan agar gaji
pengawai hendaknya dibayar dari pembendaharaan negara karena pengambilan gaji
dari hasil keuntungan perncetakan uang akan menimbulkan kenaikan penawaran uang
, sedangkan pembayaran dari pembendaharaan negara berarti menggunakan uang yang
telah beredar dan hal ini dapat menambah pendapatan negara.
4.
Fungsi
Uang
Dalam ekonomi konvensional, uang berfungsi sebagai: Alat tukar (Medium
of exchange), Standar Harga (standar of value) atau Satuan hitung (Unit
of account), Penyimpan kekayaan (Store of value) dan Standar
pembayaran dana tertunda (standar of deferred payment)
Sedangakan sistem ekonomi Islam menganggap fungsi uang hanya dua
yaitu: Medium of exchange dan Unit of account. Sedangkan fungsi
uang Store of value dan standar of deferred payment diperdebatkan
oleh ahli ekonomi Islam.
Fungsi utama uang adalah sebagai alat tukar. Ini adalah fungsi utama
uang. Dari fungsi utama ini ada beberapa lagi fungsi lainnya diantaranya :
pembakuan nilai, penyimpanan kekayaan, satuan hitung dan pembakuan pembayaran
yang tangguh.
Islam
telah menjelaskan fungsi uang adalah Medium of exchange. uang menjadi
media untuk mengubah barang dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain, sehingga
uang tidak bisa dijadikan komoditi, dan fungsi kedua dari uang dalam Islam
adalah Unit of account.
Sejak zaman Rasulullah dan para
sahabat telah muncul ide un tuk
membuat uang selain dari logam dan emas. Namun, masalah fungsi uang semua semua
ulama dan ilmuan sosial Islam sepakat uang hanya berfungsi sebagai alat tukar
hal ini masih dipenggang teguh hingga saat ini. Berikut dijelaskan secara umum
fungsi uang. Secara umum fungsi dijelaskan sebagai berikut :
a.
Uang
sebagai alat tukar (Medium of exchange)
Uang
adalah alat tukar yang digunakan setiap individu untuk pertukaran komoditas dan
jasa. Uang sebagai alat yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan manusia
secara adil. Imam al- Ghozali juga
mengatakan fungsi uang tidak sebagai alat penimbun kekayaan, karena hal
tersebut merupakan kezaliman sesuai dengan yang telah di jelaskan dalam surah
at-Taubah ayat 34.
Emas dan perak selain digunakan sebagi uang
dengan fungsi medium pertukaran, juga sebagai pengukur sesuatu dan simpanan.
Seseorang memproduksi barang dan menjualnya dengan bayaran uang, kemudian uang
itu selanjutnya uang itu digunakan untuk membeli barang yang dibutuhkan. Dengan
demikian, uang membagi proses pertukaran menjadi dua macam:
1)
Proses
penjualan barang atau jasa dengan pembayaran uang
2)
Proses
pembelian barang dan jasa dengan menggunakan uang
Ibnu
Khaldun mengatakan uang tidak harus
mengandung emas dan perak tapi, keduanya hanya dijadikan standar nilai uang.
Sedangkan untuk nilai tukar mata uang Ibnu Khaldun mengatakan kekayaaan suatu
negara bukan ditentukan dengan banyaknya uang akan tetapi dengan banyakanya
hasil produksi.
Uang sangat mempermudah manusia dalam transaksi saat ini. Orang
langsung dapat menukarkan uang dengan barang yang dibutuhkannya kepada orang
yang memiliki barang tersebut. Sesuai dengan firman Allah dalam Q.S Al-Imran
ayat 77
Terjemahnya:
“Sesungguhnya
orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka
dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di
akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat
kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. bagi
mereka azab yang pedih.”
Ayat
ini menjelaskan perlunya alat tukar dalam perdangangan yang disebut dengan uang
nilai yang dapat ditukar dengan barang dan jasa. Dalam ayat digambarkan jasa buruk
yaitu sumpah dan janji ditukar dengan nilai yang mana nilai tersebut didasarkan
sebagai alat ukur dalam pemeberian hukuman.
b.
Uang
sebagi alat penyimpan nilai
Maksud
oleh para ahli ekonomo dimana uang sebagai penyimpan nilai adalah bahwa orang
yang mendapatkan uang, kadang tidak mengeluarkan seluruhnya dalam satu waktu,
tapi ia sisahkan sebagian untuk membeli barang dan jasa yang ia butuhkan pada
waktu yang ia inginkan, atau ia simpan untuk hal-hal yang tidak terduga. Manusia
adalah mahluk yang gemar mengumpulkan dan menyimpan kekayaan dalam bentuk
barang berharga untuk jangka waktu yang panjang. Barang tersebut dapat berupa
tanah, rumah, permata dan lainnya.
Dalam QS at-Taubah ayat 34 menjelaskan fungsi emas dan perak sebagi
alat penyimpan nilai kekayaan yang dimilik. Emas dan perak digunakan sebagi
alat tukar pada masa romawi yang berasal dari parsi, emas dan perak yang
dimakasud bukanlah zat nya tetapi berfungsi sebagai alat tukar saat itu.
c.
Uang
sebagai satuan hitung
Tanpa
adanya satuan hitung maka transksi akan sangat sulit untuk dilakukan. Maka dari
itu uang dibaat sebagai satuan hitung untuk mempermudah transkasi hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam Q.S An-Nisa ayat 40
Terjemahnya:
Sesungguhnya Allah tidak Menganiaya seseorang walaupun sebesar
zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat
gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.
Ayat diatas menjelaskan ukuran dalam
satuan nilai disebut zarah, maka berdasarkan ayat ini ukuran dalam segala hal
itu sangat penting. Untuk mengeluarkan zakat juga di dibutuhkan ukuran suatu
barang.
d.
Uang
sebagi ukuran pembayaran yang tertunda
Sebagian
ahli ekonomi berpendapat, uang adalah unit ukuran dan standar untuk pembayaran
tertunda. Fungsi uang ini terkait dengan transaksi pinjam-meminjam, uang
merupakan salah satu cara untuk menghitung jumlah pembayaran pinjaman.
D.
Analisis
Islam telah menjelaskan fungsi uang adalah Medium of exchange. uang
menjadi media untuk mengubah barang dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain,
sehingga uang tidak bisa dijadikan komoditi, dan fungsi kedua dari uang dalam
Islam adalah Unit of account. Namun ada satu hal yang sangat berbeda
dalam memandang uang antara sistem ekonomi kapitalis dengan sistem ekonomi
Islam. Dalam sistem ekonomi kapitalis, uang tidak hanya sebagai alat tukar yang
sah melainkan juga sebagai komoditas, menurut sistem kapitalis, uang juga dapat
diperjual belikan dengan kelebihan on the spot maupun secara tangguh.
Dalam Islam apapun yang berfungsi sebagai uang maka fungsinya hanyalah sebagai medium
of exchange, uang bukan sebagai komoditas yang bisa diperjual belikan, uang
tidak diperlukan untuk dikonsumsi, tidak diperlukan untuk dirinya sendiri,
melainkan diperlukan untuk membeli barang lain sehingga kebutuhan dapat
terpenuhi.
Dimasa sekarang bank sangat berperan sebagai penengah antara
penabung dan investor. Pada dasarnya Islam tidak menolak dengan kehadiran
bank-bank, sebab islam tidak menolah sesuatu hal yang baru selama tidak
bertentangan dengan al-Qur’an dan sunnah. Akan tetapi sistem yang diterapkan
oleh bank-bank konvensional berdasarkan keuntungan bunga. Sementara bunga itu
sendiri adalah nilai harga yang harus dibayar sebagai imbalan dari pemakaian
uang, atau tambahan nilai harga sebagai imbalan dari pinjaman uang yang
berjangka. Oleh karena itu sistem ini tidak dibenarkan dalam islam karena uang
itu fungsinya sebagai alat tukar, bukan untuk menghasilkan uang atau sebagai komoditi
perdagangan. Dengan demikian, dalam konsep Islam uang tidak termasuk dalm
fungsi utilitas karena manfaat yang didapatkan bukan dari uang itu secara
langsung melainkan dari fungsi uang sebagai perantara untuk mengubah suatu
barang menjadi barang lain.
Dalam al-Qur’an emas dan perak telah disebutkan baik dalam fungsnya
sebagai mata uang atau sebagai harta dan lambang kekayaan yang disimpan, hal
ini dapat dilihat dalam Q.S at-Taubah ayat 34.
Terjamahnya :
Hai orang-orang
yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan
rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan
mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang
menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.
Merujuk pada al-Qu’ran, al-Ghazali mengecam para penimbun uang yang
dianggapnya sebagai penjahat. Uang yang seharusnya berputar menjadi mandek pada
sekelompok orang. Penimbunan uang akan mengurangi produktivitas dan efisiensi
usaha,. Yang lebih buruk lagi adalah orang yang melebur dinar dan dirham
menjadi perhiasan emas dan perak. Mereka adalah orang yang tidak bersyukur
kepada Sang Pencipta, dan kedudukannya lebih rendah dari pada penimbun barang.
E.
Kesimpulan
Uang adalah segala sesuatu yang diterima secara umum sebagai alat
pembayaran yang resmi dalam rangka memenuhi suatu kewajiban. Pengertian uang
secara luas adalah sesuatu yang dapat diterima secara umum sebagai alat
pembayaran dalam suatu wilayah tertentu atau sebagai alat pembayaran hutang
atau sebagai alat untuk melakukan pembelian barang dan jasa. Uang dalam Islam
dipandang sebagai alat tukar, bukan suatu komoditi. Uang mempunyai sejarah yang
sangat panjang mulai dari uang barang,uang kertas dan uang giral atau uang
kredit.
Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep uang dalam
ekonomi konvensional. Dalam Islam, konsep uang sangat jelas dan tegas bahwa uang
adalah uang, uang bukan capital. Sebaliknya, konsep uang yang
dikemukakan dalam ekonomi konvensiaonal tidak jelas. seringkali istilah uang
dalam perspektif ekonomi konvensional diatikan secara bolak-balik (interchangeability),
yaitu uang sebagai uang dan uang sebagai capital
Dalam ekonomi konvensional, uang berfungsi sebagai: Alat tukar (Medium
of exchange), Standar Harga (standar of value) atau Satuan hitung (Unit
of account), Penyimpan kekayaan (Store of value) dan Standar
pembayaran dana tertunda (standar of deferred payment. Sedangakan sistem
ekonomi Islam menganggap fungsi uang hanya dua yaitu: Medium of exchange dan
Unit of account. Sedangkan fungsi uang Store of value dan standar
of deferred payment diperdebatkan oleh ahli ekonomi Islam.
Andi Mardiana, Uang dalam Ekonomi Islam, “Jurnal Al-Buhuts,
Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014