Kamis, 06 Oktober 2016

qghjqwMaysir atau qimar secara harfiah bermakna judi (spekulasi). Perjudian atau maysir, didefinisikan sebagai segala aktivitas yang melibatkan pertaruhan, yang melaluinya pemenang akan mengambil seluruh taruhan dan pihak yang kalah akan kehilangan taruhannya. Perjudian berarti permainan taruhan murni, yakni pihak manapun mungkin memperoleh keuntungan disertai kerugian pihak yang lain.[1]
Maysir yaitu kegiatan yang mengandung unsur perjudian dan spekulatif, dimana setiap transaksi yang dilakukan akan selalu melahirkan salah satu pihak menangguk keuntungan dan pihak lain menderita kerugian (zero sum game).[2]


[1]International Syariah Research Academy For Islamic Finance (ISRA ), Sistem Keuangan Islam Prinsip dan Operasi, (PT. Rajagrafindo: Jakarta, 2015), hlm. 219.
[2]Veitzal Rivai, Abdul Hadi Sirati, dkk, Principle Islamic Finance atau Dasar-dasar Keuangan Islam, (BPFE: Yogyakarta, 2014), hlm. 62
Paradigma Uang dalam Islam
Oleh: Sappeami Hamzah 
sappeamihamzah@ymail.com



A.  Latar Belakang
Istilah uang dalam islam ada sejak uang diperkenalkan sebagai pengganti barter dalam perekonomian, karena adanya keterbatasan dalam perekonomian barter sehinnga masyarakat membutuhkan alat atau suatu benda sebagai alat tukar. Dalam sejarah Islam uang merupakan suatu yang diadopsi dari Romawi dan Persia yaitu dikenal dengan Dinar dan dirham. Perihal dalam al-Quran dan hadis dua logam mulia ini emas dan perak telah disebutkan baik dalam fungsinya sebagai mata uang atau sebagai harta dan lambang kekayaan yang disimpan, seperti dalam Q.s at-Taubah: 34.
Terjamahnya :
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.[1]

Uang merupakan pelicin jalannya suatu perekonomian memang menjadi suatu topik yang hangat untuk di bicarakan. Ibarat sebuah mesin tanpa minyak, perekonomian juga tidak akan jalan tanpa adanya uang. Namun banyak diantara kita yang memahami makna uang dalam konteks bentuknya sebagai uang kertas dan uang logam, padaha defenisi uang adalah segala sesuatu yang dapat diterima sebagai alat pembayaran untuk barang dan jasa dalam suatu sistem perekonomian.[2] Faktanya, di zaman kuno orang menggunakan batu, kulit hewan, garam dan k ulit kerang sebagai uang. Dizaman Rasulullah saw., koin emas (dinar) yang berasal dari Romawi dan koin perak (dirham) yang berasal dari persia merupakan dua logam mulia yang dianggap sebagai mata uang. Dizaman sekarang, uang kertas (fiat money) sudah menjadi alat pembayaran yang umum digunakan diseluruh negara dunia.
Secara umum fungsi uang itu sama yaitu sebagai alat tukar, satuan hitung, penyimpan nilai, dan sebagai alat penunda pembayaran. Namun ada satu hal yang berbeda dalam pandangan Islam, dimana sistem kapitalis, uang tidak hanya sebagai alat tukar yang sah,melainkan juga sebagai komoditas.
 Sebagaimana telah dituliskan Andi Mardiana dengan judul “Uang dalam Ekonomi Islam” dalam tulisan ini memberikan gambaran tentang uang dalam ekonomi Islam yang  secara umum, semua mata uang akan berfungsi sama. Sebagai alat tukar, satuan hitung, penyimpan nilai, dan sebagai alat penundaan pembayaran. Namun ada satu hal yang sangat berbeda dalam memandang uang antara sistem kapitalis dengan sistem Islam. Dalam sistem kapitalis, uang tidak hanya sebagai alat tukar yang sah,melainkan juga sebagai komoditas. Menurut sistem kapitalis, uang juga dapat diperjualbelikan dengan kelebihan baik on the spot maupun secara tangguh. Dalam Islam, uang hanyalah sebagai medium of exchange. Ia bukan suatu komoditas yang bisa diperjualbelikan. Satu fenomena penting dari karakteristik uang adalah uang tidak diperlukan untuk dikonsumsi, ia tidak diperlukan untuk dirinya sendiri. Melainkan diperlukan untuk membeli barang yang lain sehingga kebutuhan manusia dapat terpenuhi. Uang adalah standar kegunaan yang terdapat pada barang dan tenaga. Karena itu, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang digunakan untuk mengukur setiap barang dan tenaga.[3] Untuk lebih memahami bagaimana pandangan Islam tentang uang maka penulis akan membahas secara mendalam tentang teori tersebut dalam makalah ini.           
B.  Kajian Teori
1.    Defenisi Uang
Secara etimologi, definisi uang (nuqud) ada beberapa makna:
a.       Al-Naqdu: yang baik dari dirham, dikatakan dirhamun naqdu, yakni baik. Ini adalah sifat
b.      Al-Naqdu: meraaih dirham, dikatakan naqad al-darahima yanquduha naqdan, yakni meraihnya (menggenggan atau menerima)
c.       Al-Naqdu: membedakan dirham dan mengeluarkan yang palsu.
d.      Al-Naqdu: tunai, lawan dari tunda, yakni memberikan bayaran segera
Uang adalah segala sesuatu yang diterima secara umum sebagai alat pembayaran yang resmi dalam rangka memenuhi suatu kewajiban (Nuqud).[4]
Kata nuqud tidak terdapat dalam al-Quran maupun hadis Nabi saw. karena bangsa arab umumnya tidak menggunakan kata nuqud untuk menunjukkan harga. Mereka menggunakan kata dinar untuk menunjukkan mata uang yang terbuat dari emas, dan kata dirham untuk menunjukkan alat tukar yang terbuat dari perak. Mereka juga menggunakan kata wariq untuk menunjukkan dirham perak.[5] Sebagaimana firman Allah dalam surah al-Kahf ayat 19 berikut ini:
Terjemahnya:
“Dan Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.”[6]

Allah menceritakan kisah Ash-Habul Kahf (penghuni gua) yang menyuruh salah seorang dari teman mereka untuk membelanjakan uang peraknya (wariq) guna membeli makanan sesudah mereka tidur selama 309 tahun di gua. Al-Quran menggunakan kata wariq yang artinya uang logam dari perak atau dirham.[7]
Uang menurut fuqaha tidak terbatas pada emas dan perak yang dicetak, tetapi mencakup seluruh jenis dinar, dirham dan fulus. Untuk menunjukkan dirham dan dinar mereka menggunakan istilah naqdin. Namun mereka berbeda pendapat apakah fulus (uang tembaga) termasuk dalam istilah naqdin atau tidak. Menurut pendapat yang mu’tamad dari golongan syafi’iyah, fulus tidak termasuk naqad, sedangkan naqad mencakup fulus.[8]
Menurut Ahmad Hasan, sebagaimana dituliskan oleh Rozalinda dalam bukunya Ekonomi Islam Teori dan Aplikasi pada Aktivitas Ekonomi Defenisi nuqud menurut Abu Ubaid (dirham dan dinar adalah nilai harga sesuatu), ini berarti dinar dan dirham adalah standar ukuran yang dibayarkan dalam transaksi barang dan jasa. Al-Ghazali menyatakan, Allah menciptakan dinar dan dirham sebagai hakim penengah di antara seluruh harta sehingga seluruh harta bisa diukur dengan keduanya. Ibn al-Qayyim berpendapat dinar dan dirham adalah nilai harga barang komoditas. Ini mengisyaratkan bahwa standar unit ukuran untuk nilai harga komoditas.[9]
Menurut al-Ghazali dan Ibn Khaldun, defenisi uang adalah apa yang digunakan manusia sebagai standar ukuran nilai harga, media transaksi pertukaran dan media simpanan.[10]
Menurut Al-Ghazali uang adalah standar kegunaan yang terdapat pada barang dan tenaga, oleh karena itu uang dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dipergunakan untuk mengukur tiap barang atau tenaga.[11] Pengertian uang secara luas adalah sesuatu yang dapat diterima secara umum sebagai alat pembayaran dalam suatu wilayah tertentu atau sebagai alat pembayaran hutang atau sebagai alat untuk melakukan pembelian barang dan jasa.
Uang dalam Islam dipandang sebagai alat tukar, bukan suatu komoditi.[12] Diterimanya peranan uang secara luas dengan maksud menghapuskan ketidakadilan, dan kezaliman dalam ekonomi tukar menukar. Karena ketidak adilan dalam ekonomi tukar-menukar (barter) digolongkan sebagai riba fadl meskipun peran uang sebagai alat tukar dapat dibenarkan.
Uang setelah majunya peradaban dikembangkan sebagai ukuran nilai dan alat tukar. Nabi Muhammad saw. menyetujui penggunaan uang sebagai alat tukar. Beliau tidak menganjurkan (menyetujui) barter karena ada beberapa praktek yang membawa kepada ketidak adilan dan penindasan. Nabi menasihatkan agar menjual sebuah produk dengan uang dan membeli produk lain dengan harganya. Peran uang sebagai gudang nilai (store of value) juga diatur oleh Nabi Muhammad saw. yaitu ketika beliau mewajibkan zakat atas aset moneter, secara tidak langsung Nabi mengatakan bahwa uang sebagai faktor produksi yang mempunyai potensi untuk berkembang dan menciptakan nilai lebih.
Menurut Dr. Sahir Hasan sebagaimana dituliskan oleh Ahmad Hasan, menurutnya “uang adalah pengganti materi terhadap segala aktivitas ekonomi, yaitu media atau alat yang memeberikan kepada pemiliknya daya beli untuk memenuhi kebutuhannya, juga dari segi peraturan perundangan menjadi alat bagi pemiliknya untuk memenuhi segala kewajiban”.[13]
Dari sekian banyak defenisi tentang uang maka dapat dikategirikan menjadi tiga yaitu:
a.       Definisi uang dari segi fungsi-fungsi ekonomi sebagai standar ukuran nilai, media pertukaran, dan alat pembayaran yang tertunda
b.      Defenisi uang dengan melihat karakteristiknya, yaitu segala sesuatu yang diterima secara luas oleh tiap-tiap individu
c.       Defenisi uang dari segi peraturan perundangan sebagai segala sesuatu yang memiliki kekuatan hukum dalam menyelesaikan tanggungan kewajiban
Apabila kita memperhatikan kembali pengertian itu, kita menekankan dasar hukum sesuai peraturan perundangan, sebagian lain melihatnya dari dasar karakteristik dan fungsi-fungsi dalam ekonomi dan sebagian lagi mencakup poin ketiga. Dari sini dapat kita lihat perbedaan anatara uang dan mata uang. Mata uang adalah setiap sesuatu yang dikukuhkan pemerintah sebagai uang dan memberinya kekuatan hukum yang bersifat dapat memenuhi tanggung jawab dan kewajiban, serta diterima secara luas. Sedangkan uang lebih umum dari mata uang, karena mencakup mata uang dan yang serupa dengan uang. Dengan demikian, setiap mata uang adalah uang, tapi tidak setiap uang itu mata uang.[14]
Agar masyarakat menyetujui penggunaan sesuatu banda sebagai uang, haruslah benda itu memenuhi syarat sebagai berikut:[15]
1.    Diterima secara umum (acceptability)
2.    Memeliki nilai yang cenderung stabil (stability of Value)
3.    Ringan dan mudah dibawa (portability)
4.    Tahan lama (durability)
5.    Kualitasnya cenderung sama (uniformity)
6.    Mudah dibagi tanpa mengurangi nila (divisibility)
2.    Sejarah uang
Uang mempunyai sejarah yang sangat panjang dan telah mengalami perubahan dan perkembangan sejalan dengan perkembangan peradaban manusia. Pada peradaban awal, manusia memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Mereka memperoleh makanan dari berburu atau memakan berbagai buah-buahan .Karena jenis kebutuhannya masih sederhana,mereka belum membutuhkan orang lain. Masing-masing individu memenuhi kebutuhan makanannya secara mandiri.Dalam periode yang dikenal sebagai periode prabarter ini,manusia belum mengenal transaksi perdagangan atau kegiatan jual beli.[16]
Tahap selanjutnya menghadapkan manusia pada kenyataan bahwa apa yang diproduksi sendiri tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,  ketika jumlah manusia semakin bertambah dan peradabannya semakin maju,kegiatan dan interaksi antarsesama manusia pun meningkat tajam. Jumlah dan jenis kebutuhan manusia, juga semakin beragam. Maka untuk memperoleh barang yang tidak bisa dihasilkan sendiri mereka mencari orang yang mau menukarkan barang yang dimilikinya dengan barang lain yang dibutuhkan. Sejak saat itulah,manusia mulai menggunakan berbagai cara dan alat untuk melangsungkan pertukaran barang dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka.[17] Pada tahapan peradaban manusia yang masih sangat sederhana mereka dapat menyelenggarakan tukar-menukar kebutuhan dengan cara barter.Maka periode itu disebut zaman barter. Namun seiring dengan beragam kebutuhan manusia, akhirnya dirasakan ada kesulitan-kesulitan dengan sistem ini diantaranya:[18]
a.    Kesulitan untuk menemukan orang yang mempunyai barang yang diinginkan dan juga mau menukarkan barang yang dimilikinya
b.    Kesulitan untuk memperoleh barang yang dapat dipertukarkan yang seimbang atau hampir sama nilainya.
Situasi double coincedence of wants ini. Misalnya,pada satu ketika seseorang yang memiliki beras membutuhkan garam.Namun saat yang bersamaan,pemilik garam sedang tidak membutuhkan beras melainkan membutuhkan daging,sehingga syarat terjadinya barter antara beras dengan garam tidak terpenuhi.Keadaan demikian tentu akan mempersulit muamalah antar manusia.Itulah sebabnya diperlukan suatu alat tukar tukar yang dapat diterima oleh semua pihak. Alat tukar demikian kemudian disebut uang. Pertama kali, uang dikenal dalam peradaban Sumeria dan Babylonia.
Perlunya uang dalam perekonomian dan pemenuhan hajat hidup manusia juga tergambar dalam hadis nabi saw. berikut ini:
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ هُوَ ابْنُ سَلَّامٍ، عَنْ يَحْيَى، قَالَ: سَمِعْتُ عُقْبَةَ بْنَ عَبْدِ الغَافِرِ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ الخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: جَاءَ بِلاَلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِتَمْرٍ بَرْنِيٍّ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «مِنْ أَيْنَ هَذَا؟»، قَالَ بِلاَلٌ: كَانَ عِنْدَنَا تَمْرٌ رَدِيٌّ، فَبِعْتُ مِنْهُ صَاعَيْنِ بِصَاعٍ، لِنُطْعِمَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ: «أَوَّهْ أَوَّهْ، عَيْنُ الرِّبَا عَيْنُ الرِّبَا، لاَ تَفْعَلْ، وَلَكِنْ إِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَشْتَرِيَ فَبِعِ التَّمْرَ بِبَيْعٍ آخَرَ، ثُمَّ اشْتَرِهِ».[19]
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Ishaq telah menceritakan kepada kami Yahya bin Shalih telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah, dia adalah Ibnu Sallam dari Yahya berkata; Aku mendengar 'Uqbah bin 'Abdul Ghofir bahwasanya dia mendengar Abu Sa'id Al Khudriy radliallahu 'anhu berkata: "Bilal datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan membawa kurma Barni (jenis kurma terbaik) maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata, kepadanya: "Dari mana kurma ini?" Bilal menjawab: "Kami memiliki kurma yang jelek lalu kami jual dua sha' kurma tersebut dengan satu sha' kurma yang baik agar kami dapat menghidangkannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Maka saat itu juga Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Celaka celaka, ini benar-benar riba. Janganlah kamu lakukan seperti itu. Jika kamu mau membeli kurma maka juallah kurmamu dengan harga tertentu kemudian belilah kurma yang baik ini".

Disinilah penggunaan benda-benda sebagai alat penukar (yang disebut dengan uang) semula hanya didasarkan pada kesepakatan di antara yang mempergunakan. Suatu benda hanya dapat dipergunakan sebagai alat tukar setelah disepakati secara umum.[20]
Uang kemudian berkembang dan berevolusi mengikuti perjalanan sejarah.Dari perkembangan inilah,uang kemudian bisa dikategorikan dalam tiga jenis,yaitu uang barang,uang kertas dan uang giral atau uang kredit.[21]

a.    Uang Barang (Commodity Money )
Uang barang adalah alat tukar yang memiliki nilai komoditas atau bisa diperjualbelikan apabila barang tersebut digunakan bukan sebagai uang.Namun tidak semua barang bisa menjadi uang,diperlukan tiga kondisi utama,agar suatu barang bisa menjadi uang,antara lain :
1.      Kelangkaan (Scarcity),yaitu persediaan barang itu harus terbatas.
2.      Daya tahan (Durability),barang tersebut harus tahan lama.
3.      Nilai tinggi,maksudnya barang yang dijadikan uang harus bernilai tinggi,sehingga tidak memerlukan jumlah yang banyak dalam melakukan transaksi.
Dalam sejarah,pemakaian uang barang juga pernah disyaratkan barang yang digunakan sebagai barang kebutuhan sehari-hari seperti garam.Namun kemudian uang komoditas atau uang barang ini dianggap mempunyai banyak kelemahan.Di antaranya,uang barang tidak memiliki pecahan,sulit untuk disimpan dan sulit untuk diangkut.
Barang yang dijadikan uang pada saat ini adalah logam mulia seperti emas dan perak, karena kedua barang tersebut memiliki nilai yang tinggi,  langka, dan dapat diterima secara umum sebagai alat tukar.selain itu logam mulia juga tidak pernah susut dan rusak yang mengakibatkan turunya harga barang.[22]
b.    Uang tanda/kertas
Ketika uang logam digunakan sebagai uang resmi dunia, perbankan, orang yang meminjamkan uang dan toko perhiasan melihat peluang ini. Kemudian mereka mengeluarkan uang kertas dengan nilai yang besar dari emas dan perak yang dimilikinya. Uang kertas ini diterimaa dikalangan masyarakat karena didukung dengan kepemilikan emas dan perak.[23]
Kepercayaan inilah yang melatar belakangi uang dijadikan sebagai alat tukar yang sah hingga saat ini. Namun, saat ini kepemilikan uang saat ini tidak lagi harus didukung oleh kepemilikan emas seperti dahulu. Adapun kelebihan dari uang kertas adalah biaya pembuatan rendah, serta dapat dipecahkan dalam berbagai jumlah. Namun, kekurangan dari uang kertas adalah   tidak terjaminya stabilitas nilai tukar, seperti halnya uang emas dan perak mempunyai nilai tukar yang stabil. Di samping itu jika terjadi percetakan uang kertas dalam jumlah yang berlebihan, akan menibulkan inflasi, nilai uang turun  dan harga naik.[24]
Uang kertas yang berlaku saat ini di sebut fiat mone. Hal ini karena berfungsi sebagai alat tukar dan tidak dilatar belangi olehh emas. Hukum uang kertas ditinjau dari syariah  ada yang berpendapat bahwa uang kertas tidak berlaku riba. Mereka beralasan bahwa uang kertas berbeda dengan emas dan perak yang berlaku riba padanya.
Alasan tersebut tidakla benar karena pada hakikatnya walaupun uang kertas bukan diletar belakngi oleh emas dan perak namun, fungsinya sebagai alat tukar telah menjadikan hukum uang kertas sama dengan emas dan perak. Maka dari itu riba juga berlaku pada uang kertas. Uang kertas juga sah bila digunakan sebagai alat untuk membayar zakat dan sebagai alat untuk membayar uang mahar dalam pernikahan.[25]
Ada beberapa faktor yang memperngaruhi peralihan dari uang emas dan perak menjadi uang kertas yaitu :[26]
1)      Faktor militer
Perang dunia 1 pada tahun 1914 mendorong sebagian negara yang terlibat perang untuk mempersiapkan candangan emas dan perak untuk membiayai perang mereka namun, mereka dapatkan kesulitan untuk mengangkut uang emas dan perak yang cukup berat dimana meraka akan memperkuat kekuatan meiliter.akhirnya berbagai negara meninggalkan uang emas dan perak dan menggantinya dengan uang kertas.
2)      Faktor politis
Setelah perang dunia I negara-negara kolonial mengekloitasi negara jajahannya salah satunya mengganti uang emas dan perak menjadi uang kertas. Misalnya mesir yang jajah inggris beralih sistem keuangan dari dinar dan dirham ke pounsterling kertas dan beberapa negara lainnya. Negara-negara kolonial memberlakukan uang kertas di daerah koloni mereka adalah dalam rangka mengusai perekonomian dan sumber-sumber tambang emas dan perak negara jajahan.
3)      Faktor ekonomi
Ada beberapa faktor ekonomi yang mendorong dunia meninggalkan sistem emas diantaranya adalah 1) hilangnya era perdangangan bebas, 2) tidak seimbangnya peredaran cadangan saldo emas dan yang terakhir tidak cukupnya emas untuk penggunaan keuangan.
c.    Uang giral
Uang giral adalah uang yang dikeluarkan oleh bank komersial melalui pengeluaran cek dan alat pembayaran giro lainnya. Saat ini uang giral semakin berkembang bukan saja dalam bentuk cek dan giro namun ada yang berbentuk kartu debit dan kredit. Uang giral sangat memudahkan masyarakat dalam transaksi untuk pembayaran barang dan jasa. Kelebihan uang giral adalah :
1)      Jika hilang dapat dilacak kembali sehingga tidak bisa diuangkan oleh yang tidak berhak.
2)      Dapat dipindah tangankan denga cepat dan ongkos yang rendah.
3)      Tidak diperlukan uang kembali sebab cek atau kartu debit dan kridit dapat digunakan sesuai dengan jumlah transaksi.
Namun perkembangan ini juga memiliki dampak negatif karena akan menciptakan lebih banyak uang yang beredar dari transaksi riilnya sehingga menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang semu.
3.    Konsep Uang dalam Islam
Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep uang dlam ekonomi konvensional. Dalam Islam, konsep uang sangat jelas dan tegas bahwa uang adalah uang, uang bukan capital. Sebaliknya, konsep uang yang dikemukakan dalam ekonomi konvensiaonal tidak jelas. seringkali istilah uang dalam perspektif ekonomi konvensional diatikan secara bolak-balik (interchangeability), yaitu uang sebagai uang dan uang sebagai capital.[27] 
Perbedaan lain adalah dalam ekonomi Islam, uang adalah sesuatu yang bersifat flow concept dan capital adalah sesuatu yang bersifat stock concept, sedangkan dalam ekonomi konvensional terdapat beberapa pengertian. Frederic S. Mishkin, misalnya, mengemukakan konsep Irving yang menyatakan bahwa:
MV = PT
Keterangan:
M = Jumlah uang
V= Tingkat perputaran uang
P= Tingkat harga barang
T= Jumlah barang yang diperdagangkan
persamaan diatas dapat diketahui bahwa semakin cepat perputaran uang, maka semakin besar income yang diperoleh. Persamaan ini juga berrti bahwa uang adala flow concept. Fisher juga mengatakan bahwa sama sekali tidak ada korelasi antara kebutuhan memegang uang dengan tingkat suku bunga. Konsep Fisher ini hampir sama dengan konsep yang ada dalam ekonomi Islam, bahwa uang adalah flow concept bukan stock concept.[28]
Dalam sejarah Islam uang merupakan sesuatu yang diadopsi dari peradaban romawi dan Persia. Dinar adalah mata uang romawi dan dirham dari persia. Dalam Al-Qur’an juga dijelaskan tentang logam, emas dan perak sebagai mata uang atau sebagai harta dan penyimpanan kekayaan. Q.S at-Taubah ayat 34.
Terjamahnya :
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.[29]

Ayat diatas menjelaskan, orang–orang yang menimbun emas dan perak, baik dalam bentuk mata uang maupun dalam bentuk kekayaan biasa dan mereka tidak mau mengeluarkan zakatnya akan diancam dengan azab yang pedih. Dinar dan dirham yang digunakan orang Arab tidak disarkan pada nilai nominalnya melainkan dari beratnya. Untuk mengukur beratnya ada timbangan khusus yang digunakan orang Arab yaitu auqiyah,nash,nuwah,mistsqal, daniq,qirath dan habbah.
Pada masa khalifah Umar bin Khattab tahun 20 hijriah dicetak uang dirhan berdasarkan pola dirham persia. Beliau juga pernah ingin mencetak uang dengan bahan kulit namun, ditolak oleh para sahabat. Selanjutnya pada masa muawiyah mata uang dicetak dengan mencatumkan gambar dan pedang gubernunya di Irak. Ziyad juga mengeluarkan uang yang mencatumkan nama khlifahnya, hal ini juga berlaku hingga saat ini begitupun di Indonesia.
Mata uang logam yang berbentuk bulat dicetak pertama kali pada masa Ibnu Zubair dan hanya beredar di Hijaz. Sedangkan Mus’ab gubernur di kufah mencetak uang dengan gaya Persia dan Romawi. Pada tahhun 72-74 Hijriah, Bisr bin Marwah mencetak uang dengan sebutan athawiyah. Dan terakhir pada masa Abdul Malik bin Marwan gambar dinar diganti denganlafaz-lafaz Islam. Mata uang dinar mengandung emas 22 karat, dan terdiri dari pecehan setengah dinar dan sepertiga dinar. Nilai tukar dinar cukup stabil.[30]
Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep uang dalam ekonomi konvensional . dalam ekonomi Islam uang bukanlah capital seperti yang ada pada ekonomi konvensional yang menganggap uang sebagai capital. Dalam islam, capital is private goods, sedangakan money is public goods. Uang yang ketika mengalir adalah public goods, lalu mengendap ke dalam kepemilikan seseorang, uang tersebut menjadi milik pribadi.konsep public goods  belum dikenal dalam ekonomi sampai tahun 1980an . baru muncul setelah muncul ekonomi lingkungan.
Islam tidak mengenal Konsep utility uang karena yang memberikan kepuasaan bukanlah uang akan tetapi hasil dari fungsi uang tersebut.Islam juga tidak mengenal konsep time value of money akan tetapi economi value of time lah yang dikenal dalam Islam. maknanya adalah tim akan mempunyai economy value jika waktu tersebut ditambah dengan faktor produksi yang lain, sehingga menjadi capital dan memperoleh return. Jadi, faktor yang menentukan nilai waktu adalah bagaimana seseorang memanfaatkan waktu itu. Semakin efektif dan efesien maka akan semakin tinggi nilai waktunya.[31]
Pemikiran al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah Tentang Uang
1.      Pemikiran al-Ghazali
a)      Evolusi uang dan fungsi uang
Pembahasan al-Ghazali tentang uang nampak cukup komprehensip, yang dimulai dari evolusi uang hingga fungsi uang. Pandangan barter mengandung banyak kelemahan diantaranya:
1)   Kurang memliki angka penyebut yang sama (lack of commondenominator)
2)   Barang yang diperdagangkan sulit untuk dibagi-bagi (indivisibility of goods)
3)   Keharusan adanya dua keinginan yang sama antara penjual dan pembeli (double coincedence of wants)
Dengan berbagai keterbatasan barter tersebut, maka diperlukan suatu alat yang mampu berperan lebih baik dalam transaksi jual beli, itulah yang menurutnya mendasari munculnya kebutuhan akan uang dimasyarakat. Dalam ekonomi barter sekalipun uang dibutuhkan sebagai ukuran nilai suatu barang, karena transaksi barter hanya terjadi ketika kedua belah pihak sama-sama membutuhkan barang atau jasa masing-masing. Uang berfungsi memperlancar pertukaran dan menetapkan nilai yang wajar dalam pertukaran tersebut. Al-Ghazali mengisyaratkan bahwa uang sebagai unit hitung yang dugunakan untuk mengukur nilai hargakomuditas dan jasadan uang juga berfungsi sebagai penengah antara kepentingan penjual dan pembeli, yang membantu kelancaran  proses pertukaran komuditas dan jasa. Selain itu diisyaratkan juga bahwa uang sebgai alat simpana, karena itu dibuat dari jenis harta bertahan lama karena kebutuhan akan keberlanjutan sehingga benar-benar bersifat cair mudah diuangkan kembali, dapat digunakan pada waktu yang dibutuhkan, dan cenderung mempunyai nilaiharga yang stabil.[32]
Allah menciptakan dinar dan dirham sebagai hakim penengah diantara seluruh harta sehingga seluruh harta dapat diukur dengan keduanya. Dinar dan dirham tidak dibutuhkan semata-mata karena logamnya, dinar dan dirham diciptakan untuk dipertukarkan dan untuk membuat aturan pertukaran yang adil dan untuk membeli barang-barang yang memiliki kegunaan.
Uang tidak memiliki harga namun, dapat merefleksikan harga semua barang atau jasa. Al-Ghazali menekankan bahwa uang tidak diinginkan karena uang itu sendiri, artinya, uang dibutuhkan masyarakat bukan karena masyarakat menginginkan emas dan perak yang merupakan bahan uang tersebut, tetapi kebutuhan tersebut lebih pada menggunakan uang sebagai alat tukar. Uang baru akan memiliki nilai jika digunakan dalam suatu pertukaran, tujuan utama dari emas dan perak adalah untuk dipergunakan sebagai uang uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri.
b)      Menimbun dan melebur uang
Merujuk pada al-Qu’ran, al-Ghazali mengecam para penimbun uang yang dianggapnya sebagai penjahat. Uang yang ditimbun tidak akan memberi manfaat bagi masyarakat luas. Uang yang seharusnya berputar menjadi mandek pada sekelompok orang . para produsen , pedagang, distributor akan kesulitan meningkatkan modal usahanya, karena uang menjadi langka akibat ditimbun. Penimbunan uang akan mengurangi produktivitas dan efisiensi usaha,. Yang lebih buruk lagi adalah orang yang melebur dinar dan dirham menjadi perhiasan emas dan perak. Mereka adalah orang yang tidak bersyukur kepada Sang Pencipta, dan kedudukannya lebih rendah dari pada penimbun barang. berikut petikan pernyataan al-Ghazali tentang ini:
“jika seorang menimbun dirham dan dinar, ia berdosa. Dinar dan dirham tidak memiliki guna langsung pada dirinya, dinar dan dirhan diciptakan supaya beredar dari tangan ke tangan, untuk mengatur dan menfasilitasi pertukaran, sebagai simbol untuk mengetahui nilai dan kelas barang. Siapapun yang mengubahnya menjadi peralatan-peralatan emas dan perak berarti ia tidak bersyukur kepada pnciptanya, dan lebih buruk dari pada penimbun uang, karena orang yang seperti itu adalah seperti orang yang memaksa penguasa untuk melakukan fungsi-fungsi yang tidak cocok seperti, menenun kain, mengumpulkan pajak dan lain-lain.
Kegiatan menimbun uang berarti manarik uang dari peredaran untuk sementara, artinya uang yang ditimbun tersebut masih berwujud uang dan sustu ketika dimungkinkan masih dapat beredar kembalikemasyarakat berfungsi sebagai uang. Sedangkan melebur uang berarti menarik uang dari peredaran untuk selamanya, karena wujud uang telah berubah bentuk, sehingga tidak lagi dapat berfungsi sebagai uang.[33]
Peredaran uang palsu, yaitu kandungan emas dan perak yang tidak sesuai dengan ketemtuan pemerintah, al-Ghazali kecam keras menurutnya mencetak atau mengedarkan uang palsu lebih berbahaya dari pada mencuri 1.000 dirham. Perbuatan mencuri adalah dosa sedangkan mencetak dan mengedarkan uang palsu adalah dosa yang terus berlipat setiap kali uang itu dipergunakan. Implikasi makro beredarnya uang palsu ini juga akan dapat mendorong tingkat inflasi, karena akan menambah jumlah uang beredar di masyarakat diluar uang resmi yang dikeluarkan pemerintah. Berikut ini kutipan pernyataan al-Ghazali:
Memasukkan uang palsu dalam peredaran merupakan suatu kezaliman yang besar. Semua yang memegangnya dirugikan peredaran suatu dirham palsu lebih buruk dari pada mencuri 1.000 dirham, karena tindakan pencuri merupakan sebuah dosa, yang langsung berakhir setelah dosa itu diperbuat, tetapi pemalsuan uang merupakan sesuatu yang berdampak pada banyak orang yang menggunakannya dalam transaksi selama jangka waktu yang lama.
Selanjutnya al-Ghazali membolehkan peredaran uang yang tidak mengandung emas dan perak, asalkan pemerintah menyatakan uang tersebut sebagai alat bayar yang resmi. Bila terjadi penurunan nilai uang akibat dari kecurangan, maka pelakunya harus dihukum. Namun apabila pencampuran logam dan koin merupakan tindakan resmi pemerintah dan diketahui oleh semua penggunanya, maka hal tersebut dapat diterima. Kemudian secara tidak langsung Al-Ghazali membolehkan kemungkinan penggunaan yang representatif (token money). Hal tersebut dapat disimpulkan dari pernyataan Al-Ghazali berikut ini:
Zaif (suasa, logam campuran) maksudnya unit uang yang sma sekali tidak mengandung perak, hanya polesan atau dinar yang tidak mengandung emas. Jika sekeping koin mengandung sejumlah perak tertentu, tetapi dicampur dengan tembaga, dan itu merupakan koin resmi dalam Negara tersebutmaka hal ini dapat diterima, baik muatan peraknya diketahui ataupun tidak. Namun jika koin itu tidak resmi, koin itu dapat diterima hanya jika muatan peraknya diketahui.
c)      perdagangan uang
Al-Ghazali berpendapat bahwa aktifitas memperdagangkan dinar dengan dirham sama halnya memenjarakan uang, sehingga tidak lagi dapat berfungsi. Semakin banyak uang yang diperdagangkan maka semakin sedikit yang dapat berfungsi sebagai alat ukur. Berikut pernyataan Al-Ghazali:
Jika seorang memperdagangkan dinar dan dirham untuk mendapatkan dinar dan dirham lagi, ia menjadikan dinar dan dirhamsebagai tujuannya. Hal ini berlawanan dengan fungsi dinar dan dirham. Uang tidak diciptakan untuk menghasilkan uang . melakukan hal ini merupakan pelanggaran. Dinar dan dirham adalah alat untuk mendapatkan barang-barang lainnya. Dinar dan dirham seperti cermin yang memantulkan warnatetapi tidak memiliki warna sendiri. Bila orang diperbolehkan untuk menjual (mempertukarkan) uang dengn uang (untuk mendapatkan laba), transaksi seperti ini akan menjadi tujuannya, sehingga uang akan tertahan dan ditimbun. Menahan penguasa atau tukang pos adalah pelanggaran, karena dengan demikian mereka dicegah dari menjalankan fungsinya, demikian pula halnya dengan uang
2.      Pemikiran Ibnu Taimiyah
a)      Fungsi Uang dan Perdangangan Tentang Uang
Ibnu Taimiyah menyatakan fungsi utama uang adalah sebagai alat pengukur nilai dan sebagai media untuk memperlancar pertukaran barang. Ibnu Taimiyah menentang perdangangan uang untuk mendapatkan keuntungan. Perdangangan uang berarti menjadikan uang sebagai komoditas yang dapat diperdagangakan, dan ini akan mengalihkan fungsi uang dari tujuan yang sebenarnya. Terdapat sejumlah alasan mengapa uang dalam Islam dianggap sebagai :
1)   Uang tidak memiliki kepuasan untuk intrinsik yang dapat memuaskan kebutuha dan keinginan manusia secara langsung. Uang harus digunakan untuk membeli barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan.
2)   Komoditas mempunyai nkualitas yang berbeda-beda, sementara uang tidak. Contohnya uang yang jelek tetap sama nilanya dengan uang yang baru sedangkan baju yang baru akan berbeda harganya dengan baju bekas.
3)   Komoditas akan menyertai secara fisik dalam transaksi jual beli.
Apabila uang dipertukarkan dengan uang lain, maka pertukarannya harus secara simultan tanpa ada penundaan. Apabila dua orang saling mempertukarkan uang dengan kondisi di satu pihak membayar tunai sementara pihak lianya berjanji membayar di kemudian hari, maka pihak pertama tidak dapat menggunkan uang yang dijanjijak untuk bertransksi hingga benar-benar uang tersebut dibayar. Dalam pandangan Ibnu Taimiyah hal itulah yang menjadi alasan mengapa Rasulullah melarang transaksi jenis ini
b)      Percetakan Uang sebagai Alat Tukar Resmi
Ibnu Taimiyah hidup pada zaman pemerintahan Bani Mamluk. Pada saat itu harga barang di tetapkan dalam dirhan, yaitu mata uang peninnggala Bani Ayyubi. Karena desakan masyarakat terhadap mata uang dengan pecahan yang lebih kecil, maka sultan Kamil Ayyubi memperkenal mata uang baru yang berasalh dari tembaga yang disebut dengan Uang. Dirhan ditetapkan sebagai alat transaksi besar dan Uang transaksi kecil. Kerena pencetakan Uang dalam jumlah yang terlalu besar menyebabkan ekonomi semakin memburuk karena, nilai mata uang menurun. Melihat kondisi ini Ibnu Taimiyah berpendapat sebagai berikut”penguasa seharusnya mencatak uang sesuai dengan nilai yang adil atas transaksi masyarakat, tanoa menimbulkan kezaliman terhadap mereka.
Ibnu Taimiyah melihat ada hubungan jumlah uang yang beredar di  masyarakat, jumlah transksi yang dilakukan dan harga produk yang berlaku. Menurutnya nilai intrinsik mata uang harus sesuai dengan kemampuan daya beli masyarakat sehingga, tidak ada pihak yang bisa mengambil keuntunngan dari pelemburan logam. Yang seharunya dilakuakn masyarakat adalah tidak mencetak uang selama tidak ada kenaikan daya serap sektor riil terhadap uang yang dicetak tersebut.
c)      Implikasi Penerapan Lebih dari Satu Standar Mata Uang
Pada akhirnya Sultan Kitbugha menetapkan nilai Uang berdasarkan beratnya bukan berdasarkan nominalnya. Namun percetakan uang dan penggunaan sebagai mata uang resmi masih dilakukan oleh Sultan Dzahir Barquq. Hal ini juga menyebabkan dirham mulai punah karena jarang masyarakat yang menggunakan. Dampak dari hal ini adalah terjadinya inflasi . Pada saat ini jika diberlakukan emas dan perak sebagai mata uang maka, tidak akan ditemui kecurangan dan penipuan. Namun ada beberapa hal yang menyebabkan harga menjadi naik yaitu rusaknya cara pandang orang yang ditugaskan untuk memikirkan hal itu dan kebodahannya, terjadi sesuatu sehingga menyebabkan persediaan sedikit.
Dampak apabila pemerintah mencetak mata uang baru bagi masyarkat yaitu mata uang yang masih berada ditangan masyarakat tidak akan berlaku lagi. Dan terjadi kemiskinan dan menurunkan daya beli masyarakat karena asetnya berkurang.
Ibnu Taimiyah menyarankan kepad pemerintah agar tidak mempelopori bisnis mata uang denga cara membeli tembaga serta mencetaknya menjadi uang karena hal ini dapat menyebabkan inflasi yang tinggi. Hal ini akan menyebabkan kemiskinan pada masyarakat sedangakan pemerintah memperoleh keuntungan.
Lebih jauh dalam teorinya Ibnu Taimiyah juga menyarankan agar gaji pengawai hendaknya dibayar dari pembendaharaan negara karena pengambilan gaji dari hasil keuntungan perncetakan uang akan menimbulkan kenaikan penawaran uang , sedangkan pembayaran dari pembendaharaan negara berarti menggunakan uang yang telah beredar dan hal ini dapat menambah pendapatan negara.[34]
4.    Fungsi Uang
Dalam ekonomi konvensional, uang berfungsi sebagai: Alat tukar (Medium of exchange), Standar Harga (standar of value) atau Satuan hitung (Unit of account), Penyimpan kekayaan (Store of value) dan Standar pembayaran dana tertunda (standar of deferred payment)
Sedangakan sistem ekonomi Islam menganggap fungsi uang hanya dua yaitu: Medium of exchange dan Unit of account. Sedangkan fungsi uang Store of value dan standar of deferred payment diperdebatkan oleh ahli ekonomi Islam.[35]
Fungsi utama uang adalah sebagai alat tukar. Ini adalah fungsi utama uang. Dari fungsi utama ini ada beberapa lagi fungsi lainnya diantaranya : pembakuan nilai, penyimpanan kekayaan, satuan hitung dan pembakuan pembayaran yang tangguh.
Islam telah menjelaskan fungsi uang adalah Medium of exchange. uang menjadi media untuk mengubah barang dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain, sehingga uang tidak bisa dijadikan komoditi, dan fungsi kedua dari uang dalam Islam adalah Unit of account.
Sejak zaman Rasulullah dan para sahabat telah muncul ide un      tuk membuat uang selain dari logam dan emas. Namun, masalah fungsi uang semua semua ulama dan ilmuan sosial Islam sepakat uang hanya berfungsi sebagai alat tukar hal ini masih dipenggang teguh hingga saat ini. Berikut dijelaskan secara umum fungsi uang. Secara umum fungsi dijelaskan sebagai berikut :[36]
a.       Uang sebagai alat tukar (Medium of exchange)
Uang adalah alat tukar yang digunakan setiap individu untuk pertukaran komoditas dan jasa. Uang sebagai alat yang digunakan  untuk memenuhi kebutuhan  manusia secara adil.  Imam al- Ghozali juga mengatakan fungsi uang tidak sebagai alat penimbun kekayaan, karena hal tersebut merupakan kezaliman sesuai dengan yang telah di jelaskan dalam surah at-Taubah ayat 34.
 Emas dan perak selain digunakan sebagi uang dengan fungsi medium pertukaran, juga sebagai pengukur sesuatu dan simpanan. Seseorang memproduksi barang dan menjualnya dengan bayaran uang, kemudian uang itu selanjutnya uang itu digunakan untuk membeli barang yang dibutuhkan. Dengan demikian, uang membagi proses pertukaran menjadi dua macam:
1)   Proses penjualan barang atau jasa dengan pembayaran uang
2)   Proses pembelian barang dan jasa dengan menggunakan uang
Ibnu Khaldun  mengatakan uang tidak harus mengandung emas dan perak tapi, keduanya hanya dijadikan standar nilai uang. Sedangkan untuk nilai tukar mata uang Ibnu Khaldun mengatakan kekayaaan suatu negara bukan ditentukan dengan banyaknya uang akan tetapi dengan banyakanya hasil produksi.
Uang sangat mempermudah manusia dalam transaksi saat ini. Orang langsung dapat menukarkan uang dengan barang yang dibutuhkannya kepada orang yang memiliki barang tersebut. Sesuai dengan firman Allah dalam Q.S Al-Imran ayat 77
Terjemahnya:
Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. bagi mereka azab yang pedih.[37]

Ayat ini menjelaskan perlunya alat tukar dalam perdangangan yang disebut dengan uang nilai yang dapat ditukar dengan barang dan jasa. Dalam ayat digambarkan jasa buruk yaitu sumpah dan janji ditukar dengan nilai yang mana nilai tersebut didasarkan sebagai alat ukur dalam pemeberian hukuman.
b.      Uang sebagi alat penyimpan nilai
Maksud oleh para ahli ekonomo dimana uang sebagai penyimpan nilai adalah bahwa orang yang mendapatkan uang, kadang tidak mengeluarkan seluruhnya dalam satu waktu, tapi ia sisahkan sebagian untuk membeli barang dan jasa yang ia butuhkan pada waktu yang ia inginkan, atau ia simpan untuk hal-hal yang tidak terduga. Manusia adalah mahluk yang gemar mengumpulkan dan menyimpan kekayaan dalam bentuk barang berharga untuk jangka waktu yang panjang. Barang tersebut dapat berupa tanah, rumah, permata dan lainnya.
Dalam QS at-Taubah ayat 34 menjelaskan fungsi emas dan perak sebagi alat penyimpan nilai kekayaan yang dimilik. Emas dan perak digunakan sebagi alat tukar pada masa romawi yang berasal dari parsi, emas dan perak yang dimakasud bukanlah zat nya tetapi berfungsi sebagai alat tukar saat itu.
c.       Uang sebagai satuan hitung
Tanpa adanya satuan hitung maka transksi akan sangat sulit untuk dilakukan. Maka dari itu uang dibaat sebagai satuan hitung untuk mempermudah transkasi hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Q.S An-Nisa ayat 40 
Terjemahnya:
Sesungguhnya Allah tidak Menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.[38]

Ayat diatas menjelaskan ukuran dalam satuan nilai disebut zarah, maka berdasarkan ayat ini ukuran dalam segala hal itu sangat penting. Untuk mengeluarkan zakat juga di dibutuhkan ukuran suatu barang.
d.      Uang sebagi ukuran pembayaran yang tertunda
Sebagian ahli ekonomi berpendapat, uang adalah unit ukuran dan standar untuk pembayaran tertunda. Fungsi uang ini terkait dengan transaksi pinjam-meminjam, uang merupakan salah satu cara untuk menghitung jumlah pembayaran pinjaman.
D.  Analisis
Islam telah menjelaskan fungsi uang adalah Medium of exchange. uang menjadi media untuk mengubah barang dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain, sehingga uang tidak bisa dijadikan komoditi, dan fungsi kedua dari uang dalam Islam adalah Unit of account. Namun ada satu hal yang sangat berbeda dalam memandang uang antara sistem ekonomi kapitalis dengan sistem ekonomi Islam. Dalam sistem ekonomi kapitalis, uang tidak hanya sebagai alat tukar yang sah melainkan juga sebagai komoditas, menurut sistem kapitalis, uang juga dapat diperjual belikan dengan kelebihan on the spot maupun secara tangguh. Dalam Islam apapun yang berfungsi sebagai uang maka fungsinya hanyalah sebagai medium of exchange, uang bukan sebagai komoditas yang bisa diperjual belikan, uang tidak diperlukan untuk dikonsumsi, tidak diperlukan untuk dirinya sendiri, melainkan diperlukan untuk membeli barang lain sehingga kebutuhan dapat terpenuhi.
Dimasa sekarang bank sangat berperan sebagai penengah antara penabung dan investor. Pada dasarnya Islam tidak menolak dengan kehadiran bank-bank, sebab islam tidak menolah sesuatu hal yang baru selama tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan sunnah. Akan tetapi sistem yang diterapkan oleh bank-bank konvensional berdasarkan keuntungan bunga. Sementara bunga itu sendiri adalah nilai harga yang harus dibayar sebagai imbalan dari pemakaian uang, atau tambahan nilai harga sebagai imbalan dari pinjaman uang yang berjangka. Oleh karena itu sistem ini tidak dibenarkan dalam islam karena uang itu fungsinya sebagai alat tukar, bukan untuk menghasilkan uang atau sebagai komoditi perdagangan. Dengan demikian, dalam konsep Islam uang tidak termasuk dalm fungsi utilitas karena manfaat yang didapatkan bukan dari uang itu secara langsung melainkan dari fungsi uang sebagai perantara untuk mengubah suatu barang menjadi barang lain.
Dalam al-Qur’an emas dan perak telah disebutkan baik dalam fungsnya sebagai mata uang atau sebagai harta dan lambang kekayaan yang disimpan, hal ini dapat dilihat dalam Q.S at-Taubah ayat 34.
Terjamahnya :
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.[39]

Merujuk pada al-Qu’ran, al-Ghazali mengecam para penimbun uang yang dianggapnya sebagai penjahat. Uang yang seharusnya berputar menjadi mandek pada sekelompok orang. Penimbunan uang akan mengurangi produktivitas dan efisiensi usaha,. Yang lebih buruk lagi adalah orang yang melebur dinar dan dirham menjadi perhiasan emas dan perak. Mereka adalah orang yang tidak bersyukur kepada Sang Pencipta, dan kedudukannya lebih rendah dari pada penimbun barang.
E.  Kesimpulan
Uang adalah segala sesuatu yang diterima secara umum sebagai alat pembayaran yang resmi dalam rangka memenuhi suatu kewajiban. Pengertian uang secara luas adalah sesuatu yang dapat diterima secara umum sebagai alat pembayaran dalam suatu wilayah tertentu atau sebagai alat pembayaran hutang atau sebagai alat untuk melakukan pembelian barang dan jasa. Uang dalam Islam dipandang sebagai alat tukar, bukan suatu komoditi. Uang mempunyai sejarah yang sangat panjang mulai dari uang barang,uang kertas dan uang giral atau uang kredit.
Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep uang dalam ekonomi konvensional. Dalam Islam, konsep uang sangat jelas dan tegas bahwa uang adalah uang, uang bukan capital. Sebaliknya, konsep uang yang dikemukakan dalam ekonomi konvensiaonal tidak jelas. seringkali istilah uang dalam perspektif ekonomi konvensional diatikan secara bolak-balik (interchangeability), yaitu uang sebagai uang dan uang sebagai capital
Dalam ekonomi konvensional, uang berfungsi sebagai: Alat tukar (Medium of exchange), Standar Harga (standar of value) atau Satuan hitung (Unit of account), Penyimpan kekayaan (Store of value) dan Standar pembayaran dana tertunda (standar of deferred payment. Sedangakan sistem ekonomi Islam menganggap fungsi uang hanya dua yaitu: Medium of exchange dan Unit of account. Sedangkan fungsi uang Store of value dan standar of deferred payment diperdebatkan oleh ahli ekonomi Islam.





[1] Departemen Agama RI, Al-Qur-an dan terjemahannya, (Bandung: PT. Kordoba Internasional Indonesia, 2012),  hlm. 190.
[2]Veitzhal Rivai, rinaldi Firmansya, Dkk, Islamic Financial Manajemen, (Bogor: Ghalia Indonesi,2010), hlm. 12
[3]Andi Mardiana, Uang dalam Ekonomi Islam, “Jurnal Al-Buhuts, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014
[4] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Gema Insani: Jakarta,2001), hlm. 862..
[5]Ahmad Hasan, Mata Uang Islam Telaah Komperehensip Sistem Keuangan Islam, “(Jakarta: PT Raja Grahapindo Persada, 2005), hlm. 2
[6] Departemen Agama RI, Al-Qur-an dan terjemahannya,..hlm. 295.
[7] Veitzhal Rivai, rinaldi Firmansya, Dkk, Islamic... hlm.17.
[8]Rozalinda, Ekonomi Islam Teori dan Aplikasi pada Aktivitas Ekonomi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014) hlm, 279-280.
[9]Ibid, hlm 280.
[10]Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islam, (Jakarta:Ragagrafindo Persada, 2013) hlm. 80
[11]Abdur Rohman, Ekonomi Al-Ghazali Menelusuri Konsep Ekonomi Islam dalam Ihya’ Ulum al-Din, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2010), hlm. 197
[12]Ensiklopedi Hukum Islam, (PT Ichtiar Baru Van Hoeve: Jakarta. 2006), hlm, 642.
[13] Ahmad Hasan, Mata Uang... hlm. 11.
[14] Ahmad Hasan, Mata Uang... hlm. 12.
[15] Naf’an, Ekonomi Makro Tinjauan Ekonomi Syariah, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), hlm. 49-50.
[16]Mustafa Edwin Nasution,Nurul Huda,Dkk, Pengenalan Eksklusif... hlm. 239.
[17] Naf’an,  Ekonomi Makro..., hlm. 50.
[18] Ibid., hlm. 50.
[19]Muh{ammad Ibn Isma>’il Abu> ‘Abdillah al-Bukha>ry> al-Ju’fiy>, al- Ja>mi’S}ah{i@h} lil Bukha>ri@, Juz 2 (Kairo: al-Mit}ba’at al-Salafiyah wa Maktabatuha>, 1400 H), hal. 150.
[20]Veitzhal Rivai, rinaldi Firmansya, Dkk, Islamic... hlm. 27..
[21] Mustafa Edwin Nasution,Nurul Huda,Dkk, Pengenalan..., hlm. 240.
[22]Rozalinda,  Ekonomi Islam,... hlm. 288.
[23] Mustafa Edwin Nasution,Nurul Huda,Dkk, Pengenalan...hlm. 241.
[24] Rozalinda,  Ekonomi Islam...,hlm. 290.
[25] Mustafa Edwin Nasution,Nurul Huda,Dkk, Pengenalan Eksklusif...hlm. 251-252.
[26] Rozalinda,  Ekonomi Islam... hlm. 291-292.

[27]Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro... hlm. 77
[28]Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro... hlm. 78.
[29] Depertemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahan, hlm.190.
[30] Mustafa Edwin Nasution,Nurul Huda,Dkk, Pengenalan Eksklusif...hlm. 247.
[31] Naf’an,  Ekonomi Makro... hlm.64-68.
[32]Naf’an, Ekonomi Makro... hlm 76
[33]Naf’an, Ekonomi Makro... hlm. 77.
[34] Naf’an,  Ekonomi Makro... hlm.83-91.
[35] Rozalinda, Ekonomi Islam..., hlm. 281.
[36] Veitzhal Rivai, rinaldi Firmansya, Dkk, Islamic... hlm. 20-24.
[37]Departemen Agama RI, Al-Qur-an dan terjemahannya, hlm.59.
[38] Departemen Agama RI, Al-Qur-an dan terjemahannya. Hlm 85.
[39] Depertemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahan, hlm.190.